Rabu, 25 Mei 2011

LA MAUJUDA ILLA ALLAH

Barangsiapa mengenal Al-Haq niscaya dia melihatNya dalam tiap-tiap sesuatu...
Barangsiapa yang Fana terhadapNya maka lenyaplah dari tiap sesuatu selain Allah...
Barangsiapa yang mencintai Allah niscaya tidak ada sesuatu apa pun yang mempengaruhinya...

Ma'rifatul haq ialah melihat ketuhanan Allah dengan hati, dengan Rasa dan penghayatan lahir dan batin. Maka lenyapnya selain Allah dengan sebab penglihatan qalbu ini dan perasaan yang penuh dengan penghayatan, yang demikian mendalam terhadap keesaan Allah SWT.

Siapa yang benar-benar mengenal Allah dengan imannya, penglihatan hatinya dan perasaannya lahir batin, Insya Allah dia akan melihat Allah pada setiap sesuatu yang dia lihat, baik itu melihat Allah dalam arti Dzatnya yang tidak serupa dengan sesuatu atau dia melihat Allah dalam arti melihat kekuasaanNya, melihat cipataanNya, melihat keagunganNya sifat-sifatNya yang Maha Hebat dan Maha Sempurna (bukan dengan mata kasar).

Dan status yang lain ialah Al Fana yang berarti nampaknya kebesaran Allah sehingga menjelmalah hal keadaan ini atas segala-galanya, maka lupalah seseorang itu pada segala-galanya dan hilanglah semua itu darinya selain hanya kepada Allah. Dialah yang nampak, yang terlihat dimana-mana, sebab dia adalah Maha Esa pada Dzat-Nya dan Maha Esa pula pada sifat-sifatnya, Al Fana ialah semata-mata tanpa mahluk besertaNya.

Berbeda dengan Al Baqa yakni kelihatan mahluk sebab melihat Allah. Status ini lebih tinggi dari Al Fana, pada saat Al Fana lah keluarnya kata-kata syatahat : Ana al Haq....La maujud illalah.

Jadi barangsiapa fana kepada Allah maka Allah menarik (majzub) orang tsb. kepadaNya. Hilanglah perasaannya karena rindu dan asyik masyuk dengan Allah sehingga dia tidak melihat lagi alam mahluk ini.

Keadaan fana bergantung kepada maqam yang diperkenalkan Allah.
Fana fi Af'al, bila Allah membukakan kepada Tauhidul Af'al, maknanya pada peringkat ini ia tidak melihat lagi perbuatan selain perbuatan Allah. La Af'al Illalah.

Fana fi Asma, bila Allah membukakan/mentajalikan Asmanya, Saat itu semua nama sudah kembali kepada yang haq tidak ada yang lain lagi melainkan Dia. Inilah yang menjadi Ana Al Haq seperti apa yang terjadi pada Al Hallaj.

Fana fi Sifat, bila Allah mentajalikan sifatNya yang Maha Sempurna.
Bila keadaan berlaku, segala sifat-sifat sudah dikembalikan pada yang empunya.
terasalah pendengaran itu pendengaran Allah, dan segala-galanya milik Allah.

Fana fi Dzat yatiu fana pada menyatakan Keesaan Allah pada DzatNya. Maqom ini adalah yang tertinggi pada peringkat jenis Fana. Pada tingkatan ini akan dapat dirasakan suatu kenikmatan yang tidak dapat digambarkan oleh kata-kata dan suara oleh huruf dan angka karena asyik dengan "Yang tidak menyerupai sesuatupun".

Maka pada tahap inilah Abu Yazid Al Bustami berkata "Subha inni", Mahasuci Aku.
Inilah sebenarnya pengakuan paling tawadhu bagi yang mengerti dan bagi yang tidak mengerti maka akan dianggap sebagai pengakuan arogan.

Semua ini berkaitan dengan Dzauq yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang mengalaminya sendiri, maka dengan ini jualah yang dikatakan Wahdatul Wujud. Wahdatul Wujud didalam Wahdatul Syuhud. Malah ada juga yang membeda-bedakannya. Semuanya bergantung kepada faham dan rasa masing-masing.

Wahdatul Wujud adalah berbeda dengan politeisme. Bahkan apa yang hendak di uraikan oleh Ibnu Arabi pun sangatlah halus dan masih jauh dari hakikat sebenarnya, namun beliau mencoba memanifestasikan dengan kata-kata qiyas dan ibarat demi untuk menjelaskan yang tersirat.

Selain dari ke empat jenis FANA diatas masih ada lagi yaitu BAQA. Maqam Baqa ini adalah maqam yang sempurna. Ibarat bisa melihat dua alam yaitu Lahir dan Bathin.
Melihat yang lahir tapi tidak terhijab dari melihat yang hakikat.

Seperti halnya Fana, Baqa pun mempunyai empat tahap yaitu Af'al, Asma, Sifat dan Dzat. Bila sudah sempurna semua maka saat itulah akan terasa La Maujud Illalah. Dan syahadat pada peringkat inilah syahadat paing tinggi dan utama, karena sudah dinafi dengan La. Termasuk diri sendiri sudah tak ada maka jadilah "Dia menyaksi diri sendiri". Di peringkat inilah yang dikatakan "Aku Menyembah Aku".

Tapi perlu diingat ini semua adalah Dzauqiah atau Rasa yang dicampakan kedalam qalbu oleh Allah SWT bukan pengakuan yang sengaja dibuat di dalam kesadaran biasa, maka bila terdengar oleh yang kurang faham jadilah fitnah. Hamba tetap hamba, khalik tetap khalik. Tapi bila sudah mabuk tak dapatlah membedakan mana gelas mana arak..itulah gila birahi mabuk hakiki.

Barang siapa mengenal akan Tuhannya maka binasalah dirinya. Inilah yang dimaksudkan Hanya Allah yang wajibal wujud...yang lain binasa...

Latihan kearah memfanakan diri inilah yang mesti diamalkan sehingga sampai ke tujuan Hanya Allah, Karena Allah, Demi Allah....

La Maujudan memberi maksud ujud pada tahap hakikat, inilah tahap yang hendak dicapai atau dihayati sewaktu menyebutnya. Secara umum menafikan keujudan semua ini (termasuk kita). Jadi yang ada hanyalah Allah semata-mata yaitu Af'al, Asma, Sifat dan Dzat. Maka inilah yang kita kenal sebagai Tauhid.

Diperingkat inilah ahli hakikat dan ma'rifat mengalami atau merasakan apa yang dikatakan binasa atau fana itu dan karam didalam kebesaran Allah SWT.

HIDUP D DUNIA

Sadarkah kita dengan segala kebijakanNya, renungkan kalo tubuh kita ini tak jauh ibarat sebuah TOPENG pada wajah. Ia memandang tetapi ia buta, karena tidak melihat keadaan yang sebenarnya.

Kita ini sesungguhnya MELIHAT tanpa MELIHAT, karena mata kita terhalang dalam melihat, tetapi bila kita melihat dengan Mata Batin (RASA}, maka badan kita ini seolah menjadi ruhani serta anugerah dari ALLAH SWT.

Topeng ini adalah tirai BAITUL MAQDIS yaitu tirai yang menyembunyikan Tuhan, tetapi Tuhan menyelubungi dirinya tanpa dipaksa.

Heeey.. Penontoon…
Engkau hanya memperhatikan TOPENG bukan tubuh penari, gerak gerik serta keselarasan bahasa yang dituturkan. Bila lakon dramatis berbelas kasih maka engkau yang halus perasaannya akan termehek-mehek menangis, terbawa arus kesedihan, sungguh terjadi demikian karena kepiawaian pelakonnya. Banyak orang memperhatikan topengnya bukan penari-nya yang memakai topeng, tetapi sebenarnya dia lah yang penting.

Demikian pula dalam hidup kita ini, yang berlaku jahat disalahkan dan yang berlaku baik di puja puji, tetapi tidak mempersalahkan dan tidak memuji Batin-nya, yang disalahkan dan dipuji adalah badannya. Bila Cacat di cela, bila Rendah hati di puji, tetapi keadaan kita ialah digerakkan dan didorong oleh Dia, akan tetapi Dia tidak nampak, yang nampak hanya batang tubuh ini. Sama seperti topeng yang menutupi wajah penari.

Bila pagelaran usai, topeng dilepaskan dan dipisahkan dari wajah. Tiada daya tiada upaya ia tergeletak, kembali menjadi sepotong kayu biasa, yang tinggal hanyalah sebentuk ukiran raut muka. Topeng selalu disimpan, tidak dipuji maupun di cela lagi karena sudah tak berbicara lagi.
Topeng dan Penari ada tempatnya dalam perumpamaan ini. Dia yang menyembunyikan diri dalam badan manusia sehingga manusia tidak melihatnya dan hanya terserap oleh badan yang hanya berfungsi sebagai Topeng. Sehabis pertunjukkan Topeng itu disingkirkan oleh Dia, maka :

"Dibelakang Cermin engkau ditempatkan sebagai seekor burung beo, apa yang diucapkan Yang Maha Abadi, itulah yang engkau ulang…"

Maka Jaga Hati, Jaga Lisan, Jaga Perbuatan...
Peliharalah ucapan dan perkataan yang keluar dari mulutmu, seperti kamu memelihara jenggot. Janganlah panjangnya jubah kesombonganmu,menutupi mata hatimu,karena apabila jubah kesombongan menutup mata hati, maka kakimu akan terseok berjalan
tanpa arah tujuan.

SORGA DAN NERAKA

Kita ketahui bahwasanya Allah SWT memiliki sifat yang Rohman dan Rohim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang), kepada hambanya telah menurunkan ilmu agama yaitu (syariat, hakikat, tarikat, ma’rifat), jbagi keselamatan umatNya jua, Ilmu Agama yaitu jalan bagi manusia untuk bisa kembali ke asalnya, tempat ruh sewaktu di Qudratullah, maka wajib bagi kita untuk mencari ilmunya yaitu Ilmu Ma’rifat ke asal mula kita jadi, agar nampak jelas kampung halaman tempat kita kembali kelak, kampung halaman yang sejati yaitu Allah SWT (Innalillahi wa inna illaihi Rojiun).


Tapi mengapa umumnya manusia beribadat kepada Allah SWT, yang di dahulukannya itu seolah-olah sedang menabung perbekalan yang kelak akan dibawa untuk pulang ke kampung asalnya, sedangkan tempat untuk menyimpan perbekalan itu tidak tahu, bahkan tidak pernah di ditengok. Pada ketidaktahuannya, akhirnya selalu menyerahkan persolannya ini dengan satu kata "gimana Allah saja lah".

Jika demikian, sama saja kita ini dengan menyuruh Allah SWT menjadikannya sebagai pembantu, sedangkan Allah SWT sudah Kun Faya Kun?, "sekali jadi, jadilah" artinya sudah cukup, tidak akan menuntut lagi, semuanya yang diberikan mencukupi, disinilah kita harus mau mengakui kelemahan sebagai manusia, terkadang egois dan selalu membuat kepura-puraan. Allah SWT hanya menetapkan hak-nya masing-masing hasil yang didapat dari pengembaraan selama berada di alam mulki (dunia) ini. Adanya Surga dan Neraka, bukanlah Allah SWT itu sengaja menciptakannya hanya untuk menyiksa dan mengganjar, Allah SWT setegasnya hanya mengadakan rasa enak dan tidak enak, bersamaan dengan mengadakan mahluknya. Pikirkan dan renungkan, disaaat sekarang pun bisa terasa oleh kita di alam dzohir ini, jika kita membuat susah orang lain, maka suatu saat akan berbalik kepada kita rasa tidak enaknya. Jika membuat enak pada sesama, tentu akan kembali enak pula. Maka setegasnya Syurga dan Neraka itu buatan kita sendiri yaitu dari Tekad,Ucap dan Laku. kita. Kelak diakhirat ada Syurga dan Neraka itu adalah bawaan hasil manusia, masing-masing tergantung kepada tekad, ucap dan lakunya. Jika kita membawa keburukan maka kejadiannya akan menjadi rasa yang itdak enak, jika kita membawa kebaikan maka kejadiannya akan menjadi rasa enak Jika kita membawa kesempurnaan maka akan menjadi sempurna lagi, tidak salah akan balik lagi ke asalnya, tergantung bagaimana ilmunya, sebab semua juga tunggal ilmunya Allah SWT, kemanapun kita mau, ke Syurga ? ke Neraka ? Sempurna ? Allah mempersilahkan, Allah tidak akan melarang. Disinilah perlunya kita belajar Ilmu Agama, yaitu Syariat-Hakikat-Tarikat-Ma'rifat

MENGENAL ALLAH

Membicarakan masalah ma'rifatullahi sebetulnya gampang-gampang susah, gampang ceritanya agak susah dalam membawanya tergantung dari niat dan tahan dalam hal berbagai macam godaan, maklum kita masih berada atau hidup di alam nyata, tapi justeru disinilah ujian yang sebenarnya. Dalam hal Jalan Ma'rifatullahi bisa disimpulkan ada dua jalan atau sering disebut dengan istilah 'tarikat'.
Tarikat disini bukan berarti nama-nama Tarikat seperti Naqsabandiyah, Qodiriah, Samaniyah dsb. itu hanya sebagai perkumpulan atau perguruan atau padepokan, tapi jalan (tarikat) mengenal Allah ini harus benar-benar merupakan Jalan atau Metoda dalam pengenalan terhadap Allah SWT. Diantara dua jalan tersebut adalah sbb :

Pertama,
Mengenal dengan 'Keyakinan dan Kepercayaan' (dari bawah ke atas), yaitu dimulai dari mengaji Qur'an, melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam. Ibadat kepada Allah, namun sebelum sampai ma'rifatu, jangan keburu senang diam saja di maqom Asma, merasa cukup dengan menyebut-nyebut Asma saja, terus hingga bisa sampai kepada Dzat Sifat Allah, mustahil jika tidak ketemu dengan nikmatNya yang langgeng tiada batas.

Kedua,
Mengenal dengan 'Kenyataan yang sempurna' (dari Atas ke Bawah) yaitu mengenal dengan kenyataan, yang adalah lebih sempurna daripada mengenal dengan kepercayaan saja. Mengenal dengan kenyataan sempuma, ibarat rasa manisnya gula dirasakan sendiri dengan lidahnya, tetapi bila mengenal dengan keyakinan saja, maka manisnya gula itu hanya didapat dari keterangan orang lain yang sudah memakan dan merasakan manisnya gula tsb.

“Man Lam Yadzuk Lam Yadri”, “Hanya yang merasakanlah yang tahu”.

Jalan dari atas ke bawah ini yaitu yang melaksanakan dalil "awalludini marifatlahi ta'alla" jalan yang bukan hanya dari syariat saja, tetapi dari hakiakt juga, yaitu mau berusaha menelaah dan membongkar hijabnya diri, disertai ikhtiar mencari Guru Tuduh, sebab tidak akan weruh tanpa guru. Jalan seperti ini biasanya hanya dilakoni oleh apa yang disebut Tarikat Wali yaitu mengejar Jauhar Awal atau Nurullah atau Hakikatnya Muhammad.

Mustahil bila tidak ada hikmah dan hidayah dari para wali bagi kita, sebab dahulu para wali mau bermuzakarah, bertirakat dan berkhalwat itu untuk mencari 'bahrul hayat' untuk membela umatnya, agar bisa pulang ke 'babaran asal' kepada yang Haq menepati dalil “Innalillahi wa inna illaihi Rojiun”

Itulah perbedaan diantara mengenal dengan kenyataan dan mengenal dengan kepercayaan. Mereka yang telah mengenal Dzat Allah, harus kita ikuti segala petunjuk-petunjuknya, mereka itu termasuk golongan orang yang sholeh dan diakui oleh Allah SWT kesempuranaan ilmunya, sesuai dengan dalil dalam Al Qur’an Surat Luqman ayat 15,sbb :

“Wat tabi’sabiila man anaaba ilaiya, tsuma ila iya marji’kum”

“Dan ikutlah jalan mereka yang telah kembali kepadaKu, kemudian kepadaKu lah tempat kembali kamu sekalian”

SEKELUMIT

BODOH                                                                                                                                                  Jika mata pencaharian meningkat dengan pengetahuan
Tidak ada orang miskin selain orang bodoh
Namun seandainya orang bodoh mendapat mata pencaharian
Orang-orang terpelajar akan terkejut
Kekayaan tidak di peroleh hanya dari keahlian
Tetapi juga merupakan anugerah dari Allah
Terkadang di dunia ini orang-orang bodoh di hormati
Sementara orang-orang bijak di hina
Jika seorang ahli kimia meninggal dalam kesedihan dan kesengsaraan
Orang bodoh akan menemukan harta di tengah kehancurannya                                                              AWAL DARI NAFSU MANUSIA
Setiap manusia yang Hidup di alam ini tentu memiliki Rasa, dimana ada hidup tentu ada Rasa, ada Rasa tentu ada Hidup. Hakikat Rasa adalah utusan Hidup. Jirim dan Jisim manusia adalah tempat Rasa. Hidup dengan Rasa, kaya akan Rasa. Pada hakikatnya manusia lahir ke dunia ini karena ada Rasa, yang tak lain dari Rasa Ibu dan Bapak kita, setelah sah menjadi suami istri, sejak sah melaksanakan kewajibannya sebagai suami istri, dimana dua rasa bergulung menjadi satu. Didalam rahim sperma tumbuh menjadi segumpal darah, lalu menjadi janin dan ada hidup setelah 120 hari, Allah SWT mengutus Ruhul Qudus kedalamnya. Ketika bayi lahir ke alam dunia Ruhul Qudus atau ‘Hidup Suci’ itu kontak dengan hawa-hawa dunia yang mengadung unsur-unsur Air, Angin, Api, dan Tanah, timbullah Nafas yaitu sifatnya Nyawa.

Saat pertama kali bayi mengecap air susu ibunya, maka Rasa Sejatinya atau Rasa Azali nya kontak dengan saripati-saripati makanan yang terkumpul dalam ASI, yang asal kejadiannya pun dari empat unsur-unsur alam dunia tadi, sebab jika Ibunya tidak memakan makanan yang ada di alam ini, tidaklah mungkin akan ada air susunya. ASI yang dihisap bayi terus mendorongnya menjadikan sebuah keinginan (nafsu), maka dari situ mulai tumbuhlah Nafsu, yaitu pada saat kontaknya Rasa Sejati dengan Air Susu Ibu, betapa si bayi merasakan manisnya rasa susu yang membuatnya semakin lama semakin ketagihan, telat diberi ASI pun menangislah sang bayi,hawa dari makanan dan minuman terus mendorong bayi tumbuh membesar dan memproduksi Darah, inilah yang disebut Roh Jasmani.

Buktinya jika darah mannusia beku maka berhenti pula Nafas dan Nafsu-nya, sedangkan Hidup Suci yang di utus Allah SWT tadi sewaktu azali, akan tetaplah Hidup, karena asal dari Sang Maha Hidup. Bayi semakin hari semakin tumbuh besar, semakin kuat pula keinginannya, maka semakin tebal pula nafsu-nafsu menghijabnya hingga lupa kepada hidup-nya yang azali. Alangkah arifnya bila kita manusia mau mengenal ke asal-usul kejadian dirinya, karena ini semacam barometer untuk mengenali jalan pulang ke kampung asalnya yaitu ke Sagara Hayat, kepada Sang Maha Hidup, Allah SWT. Berusahalah agar menjadi arif, jika kita telaah Rukun Islam yang kelima yaitu Naik Haji ke Baitullah, bila dipikir dibolak balik, dikaji dan ditelaah dengan seksama, maka itu mirip sebuah ibarat, illustrasi perjalanan manusia ke Pusat Diri, salah satu rukun haji yaitu melaksanakan Thawaf mengelilingi Ka’bah yang gerakannya melingkar yang berlawanan dengan arah jarum jam, mengandung makna menyingkapkan kembali hijab-hijab diri dari nafsu-nafsu yang terlanjur membalut raga, agar bisa menemukan kembali Hidup Suci, bisa “Mulih ka Jati Mulang ka Asal”, menepati dalil Qur’an Suci - Innalilahi wa inna illaihi Rojiun...
"Sesungguhnya kita (manusia) berasal dari Allah dan Sesungguhnya kita (manusia) akan kembali kepada Allah jua"
Benarkah kita merasa asal dari Allah SWT ? Jika pengakuan kita seperti itu, maka WAJIB kita kembali itu kepada Allah SWT.                                                                                                                                       PUJIAN SEBELUM MENGENAL                             
Setiap suatu pekerjaan tentu mengandung suatu tujuan, begitupun dalam hal ibadat kepada Tuhan, namun apalah artinya suatu pekerjan jika tanpa Ilmu, akan sia-sia jadinya, begitupula dalam hal ibadat, janganlah menjadi sia-sia.

Tujuan ma’rifatullah (mengenal Allah SWT) adalah untuk mencapai puncak tertinggi “Jati Diri = Raga Jati”, agar tercapai kedamaian dalam diri dan alam semesta dengan terlebih dahulu mengetahui segala rahasiaNya.
Intisari rahasia perdamaian semesta ialah aturan yang benar yang berasal dari agama yang dipimpin oleh para nabi dan para Rasul Allah yang tercantum dalam kitab-kitab suci baik Al Qur’an, Injil, Zabur maupun Taurat. Untuk dapat beragama dan untuk mudahnya praktek agama, wajib terlebih dahulumengetahui adanya Dzat Allah Yang Maha Esa, sebab apabila tidak mengenal Dzat Yang Maha Hidup, tentu tidak akan sempurna menjalankan agamanya, sesuai anjuran Rasulullah SAW :

Awaaludiini ma’rifatullahi
“Awal-awalnya agama adalah mengenal Allah SWT”
Apabila telah mengenal Dzat Allah, tentu pula mencapai tingkatan Wahdat al Wujud yang maksudnya Kesatuan Wujud Semesta dan apabila mencapai pengertian demikian pasti mencapai pula perdamaian pribadi dan semesta. Ma’rifatullah merupakan syarat sah-nya amal ibadat agar yakin kepada yang akan disembahNya, serta tiada putus hingga ajal tiba. Sah-nya menyembah itu harus kenal dahulu kepada yang akan disembahnya, tidak mendahulukan sembah sebelum mengenal yang disembah, benarnya puji harus bukti dulu yang dipujinya, belumlah benar mengerjakan pekerjaan jika pekerjaan itu belum dipahami. Apabila kita mengaku sebagai hamba Allah (Kawula Gusti) maka harus melihat dulu di Gustinya, ibarat seseorang akan bekerja maka harus kenal dulu majikannya sebab tidaklah dapat langsung bekerja, tanpa tahu siapa majikannya dan tentu tidak akan mendapat upah dari pekerjaannya.

"Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi"
                                                                                 

Rabu, 18 Mei 2011

hikmah 2

Ali Ibn Abī Thālib berkata, “Sesungguhnya dunia telah pergi berpaling sedangkan akhirat datang menghadap. Masing-masing dari keduanya memiliki anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Ketahuilah, sesungguhnya mereka yang zuhud di dunia menjadikan bumi sebagai permadani, tanah sebagai kasur dan air sebagai minyak wangi. Ingatlah, siapa saja yang merindui surga niscaya terhibur dan terlupakan dari syahwat; barangsiapa yang takut dengan neraka niscaya mundur dari hal-hal yang diharamkan; dan barangsiapa yang zuhud di dunia maka terasa ringan baginya segala musibah.” [Ar-Riqqah wal Bukā` fī Akhbār ash-Shālīhīn wa Shifātihim, Imam Ibn Qudāmah, hal. 31; Az-Zuhd, hal. 130; dan Al-Bayhaqi dalam Syu'ab Al-Īmān no. 9670]

‘Aun Ibn ‘Abdillah berkata, “Kedudukan dunia dan akhirat dalam hati seseorang adalah bagaikan dua sisi timbangan. Jika salah satunya sisinya menurun maka sisi lainnya terangkat.”

Beliau juga berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kita menjadikan untuk dunia adalah sisa dari akhirat mereka. Namun sekarang kalian justru menjadikan untuk akhirat kalian adalah sisa dari dunia kalian.” [Shifah Ash-Shafwah, vol. III, hal. 101]

Dari Muhammad Ibn Abī ‘Imrān, ia mendengar Hātim al-Ashamm ditanya oleh seseorang, “Di atas apa engkau membangun segala urusanmu dalam hal tawakkal kepada Allah?” Hātim menjawab, “Di atas empat perkara. (1) Aku tahu rizkiku tidak akan dimakan oleh selainku, karena itu jiwaku pun tentram. (2) Aku tahu amalanku tidak akan dilakukan oleh selainku, karena itu aku pun tersibukkan dengannya. (3) Aku tahu kematian akan mendatangiku secara tiba-tiba, karena itu aku pun bersegera untuk itu. (4) Aku tahu bahwa aku tidak akan pernah terlepas dari penglihatan Allah di mana pun aku berada, karena itu aku malu kepada-Nya.” [Shifah ash-Shafwah, IV/161. Lihat pula ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 21]

Yahya Ibn Mu’ādz berkata, “Sungguh kasihan anak Adam, sekiranya saja ia takut neraka sebagaimana ia takut kemiskinan niscaya ia akan masuk surga.”

Beliau juga berkata, “Wahai anak Adam, kau meminta dunia dengan tuntutan orang-orang yang benar-benar butuh kepadanya. Namun kau meminta akhirat dengan tuntutan orang-orang yang tidak membutuhkannya. Padahal, apa yang kau dapatkan dari dunia sudah cukup meskipun kau tidak memintanya, sementara akhirat akan kau dapatkan dengan menuntut dan memintanya. Karena itu, sadarilah kondisimu.” [Shifah ash-Shafwah, vol. IV, hal. 93]

Fudhayl Ibn ‘Iyādh berkata, “Rasa takut seorang hamba kepada Allah adalah sebesar tingkat keilmuannya terhadap Allah; dan tingkatan zuhudnya terhadap dunia adalah sebesar hasratnya terhadap akhirat.” [Ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 28]

Suatu ketika beliau ditanya, “Bagaimanakah keadaanmu?” Fudhayl menjawab, “Keadaan mana yang engkau maksud? Keadaan dunia atau keadaan akhirat? Jika engkau bertanya tentang keadaan dunia, maka dunia telah condong bersama kami dan membawa kami kemana pun ia pergi. Dan jika engkau bertanya tentang keadaan akhirat, maka bagaimanakah engkau melihat keadaan orang yang telah banyak dosanya, lemah amalannya, fana umurnya, belum memiliki bekal untuk hari kembali, belum siap menghadapi kematian, serta belum tunduk, belum berusaha dengan sungguh-sungguh dan berhias untuk kematian, namun justru berhias untuk dunia.” [Ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 37]

Abū Muslim al-Khaulāni berkata, “Sekiranya aku melihat surga dengan mata kepala, maka aku tidak mempunyai bekal (untuk ke sana); dan sekiranya aku melihat neraka dengan mata kepala, aku juga tidak mempunyai bekal (untuk selamat darinya).” [Shifah ash-Shafwah, vol. IV, hal. 213; dan Siyar A'lām an-Nubalā`, vol. IV, hal. 9]

Selasa, 26 April 2011

SYECH AR RIFA'I

Syaikh Ahmad al-Rifa'i
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata :
“Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak mu daripada Quthubiyah”. Kata murid: “Tuan Guru adalah Ghaus!”. Jawabnya: “Sucikan syakmu daripada Ghausiyah”.
Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad al-Rifa'i telah melampaui “Maqamat” dan “Athwar” karena Qutub dan Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).
Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, “Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk. Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, “Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan minum. Beliau menjawab, “Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain. Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur 12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578 Hijrah.

8 syarat untuk menjadi WALIULLAH

Menjadi seorang muslim belum mendapat jaminan akan Allah bela, akan diampunkan dosanya, amal ibadahnya akan diterima, akan memberi bantuan dariNya. Karena menjadi seorang muslim atau seorang Islam itu mudah. Apabila sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, maka tidak boleh dianggap dia itu seorang kafir. Lebih-lebih lagi seseorang itu sudah shalat, berpuasa, naik haji, kita tidak boleh menuduh orang itu kafir. Dia termasuk dalam golongan Islam tetapi belum tentu ia seorang bertaqwa.
Setelah menjadi orang bertaqwa baru ada jaminan dan pembelaan dari Allah di dunia dan di Akhirat, barulah dosa diampunkan, barulah amal ibadah ini diterima, barulah mendapat pimpinan dari Allah, pintu rezeki akan terbuka tidak tahu dari mana datang dan sumbernya, mudahkan pekerjaanya. Bila tidak punya pekerjaan, hasilnya banyak. Kalau perlu banyak, lebih banyaklah yang akan diperoleh. Hal inilah yang dijelaskan oleh Allah melalui firmanNya :
“Barang siapa yang bertaqwa pada Allah, Allah beri jalan keluar dari kesusahan dan akan beri rezeki sekira-kira tidak terduga-duga”
“Barang siapa yang bertaqwa pada Allah, Allah akan permudah segala urusannya”
[Q.S. At-Talaq : 4]
“Allah menjadi pemimpin (pembela) orang yang bertaqwa”
[Q.S. Al Jasiah : 19]
Dalam ayat yang lain :
“Sesungguhnya amal ibadah yang diterima dari orang yang bertaqwa”
“Dan jika ada penduduk sebuah kampung itu beriman dan bertaqwa, maka akan Allah bukakan berkat dari pintu langit dan bumi”
[Q.S. Al-A’raf : 96]
Allah akan buka pintu berkat dari langit dan bumi, maka sudah tentu kehidupan orang bertaqwa akan aman damai, berkasih sayang, mesra, selamat sejahtera, tidak ada gangguan, penuh harmoni dan indah, di dunia sudah dapat Syurga dan pastilah di Akhirat akan dapat Syurga yang kekal abadi.
Banyak ayat yang memberitahu bahwa setelah seseorang atau satu bangsa itu menjadi orang yang bertaqwa, baru mendapat pembelaan dari Allah. Kalau hanya sekedar Islam tidak ada jaminan dan pembelaan dari Allah di dunia maupun di Akhirat. Inilah yang terjadi kepada seluruh umat Islam di dunia hari ini. Rata-rata umat Islam sebagai seorang muslim tetapi tidak menjadi orang yang bertaqwa. Sebab itu tidak ada pembelaan dari Allah. Bila tidak ada pembelaan dari Allah, coba kita lihat apa yang terjadi. Hidup tidak bersatu padu, musuh menekan, menghina, menderita, menjadi hamba orang, susah dan tersingkir di mana-mana. Jumlah banyak tapi tidak berguna laksana buih di laut.
Jadi sekedar menjadi seorang Islam saja jangan merasa selamat sebab masih belum ada jaminan dan pembelaan dari Allah. Oleh karena itu kita mesti menjadi orang bertaqwa baru jaminan dan pembelaan ALLAH akan didapati baik di dunia maupun di Akhirat. Oleh itu kita mesti berusaha bersungguh-sungguh dalam hidup ini untuk memiliki sifat taqwa. Lebih-lebih lagi bagi mereka yang bercita-cita membangunkan Islam, perlu berusaha menjadikan diri mereka orang yang bertaqwa.
Orang Islam yang mempunyai cita-cita perjuangan bukan saja ingin memperbaiki dirinya tetapi juga ingin memperbaiki masyarakat. Untuk itu, dia mesti faham bagaimana memperbaiki dirinya sendiri dan bagaimana untuk memperbaiki masyarakat.
Untuk memperbaiki diri agar menjadi orang yang soleh atau orang yang bertaqwa, 8 syarat perlu ditempuh :
1. Dapat Petunjuk dari Allah
Di sinilah modal utama ke arah taqwa, yaitu Allah beri hidayah dengan cara mengetuk pintu hatinya. Dia senang dengan Islam, sayang dengan Islam, suka dengan Islam, dan terbuka hatinya untuk Islam. Sebut saja Islam terasa indah dan senang. Rasa terhibur walaupun dia tidak tahu apa itu Islam. Firman Allah :
“Barang siapa yang Allah kehendaki untuk diberi-Nya petunjuk, maka dilapangkan hatinya untuk menerima Islam”
[Q.S. Al An’am : 125]

2. Faham Tentang Islam
Faham tentang Islam. Bukan tahu tenatng Islam. inilah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah SAW :
“Barang siapa yang Allah hendak jadikan dia orang baik, maka dia akan diberi faham tentang Islam”
Kalau begitu sekiranya sekedar diajar atau diberitahu, tidak ada jaminan seseorang itu menjadi baik. Tetapi kalau diberi “faham” itulah tanda seseorang itu akan membuat perubahan. Sebab bila dikatakan “diberi faham”, akan jatuh ke hati. Tetapi kalau hanya “diberitahu” hanya diakal saja. Akhirnya jadi mental exercise. Pintar mengatakan tentang Islam, hanya berputar di akal tidak di hati. Bila hanya bertapak di akal, ceramahnya hebat, dapat menulis dsb. Tetapi kalau tidak bertapak di hati, bukan menjadi keyakinan hidupnya. Artinya tidak menghayati ilmunya. Kalau begitu ilmu yang ada di otaknya tidak mendorong untuk memperbaiki diri. Tidak mendorong untuk memperjuangkannya. Ilmu itu tidak mendorong untuk menuntun hidupnya. Tetapi kalau sampai di hati barulah akan berkesan pada dirinya.
Namun perlu diingat, kalau hati terbuka untuk menerima Islam, tetapi ilmunya tidak ada, maka seseorang itu tidak akan dapat berbuat. Beramal tanpa ilmu, tertolak. Ada ilmu tetapi tidak diamalkan, laksana pohon tidak berbuah.
Jadi kefahaman tentang Islam ini perlu ada. Memahami Islam secara syumul, secara lengkap, bukannya secara sebagian-sebagian. Memahami Islam yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Memahami Islam sebagai cara hidup, atau dengan kata-kata lain, memahami Islam sebagai agama akidah, ajaran ibadah, dakwah, ukhuwah, jihad, jamaah, amrun bil ma’ruf wanahyu a’nil mungkar, tarbiah, pendidikan, ekonomi, daulah Islamiah, antara bangsa dan hinggalah ke alam sejagat.
Untuk mendapatkan kefahaman, mesti ada jalan, ada usaha dan ada caranya. Tidak dapat faham begitu saja. Mesti melahirkan sebab, seperti dengan belajar, membaca, menelaah, muzakarah, bertanya dan sebagainya. Jadi lapang dada menerima Islam saja tidak cukup. Mesti disertai kefahaman, kemudian berbuat dan bertindak berdasarkan kefahaman itu.
3. Yakin
Apa saja ilmu yang kita ketahui dan fahami perlu kita yakini terutamanya dalam soal-soal aqidah; keyakinan kepada Allah, kepada Rasul, kepada malaikat dan sebagainya. Keyakinan itu mesti kental, jangan syak, waham atau zan.Jangan jadikan ilmu Islam itu seperti ilmu-ilmu sekuler yang lain. Umpamanya sewaktu kita belajar ilmu ideologi, ilmu ekonomi, ilmu politik dan ilmu alam. Kadang-kadang hati kecil kita bertanya “Iya kah ? Betulkah ?” sudah belajar teori ekonomi, tapi hati kecil berkata “Eh, kalau aku buat ini, bisa dapat untung tidak ya?”
4. Melaksanakan
Setelah kita mengetahui, faham dan yakin dengan ilmu-ilmu Islam, kita mesti bertindak dan mengamalkannya. Perintah fardhu dan sunnat mesti dilaksanakan; perintah haram dan makruh mesti ditinggalkan. Manakala yang sunat kita laksanakan sejauh yang termampu.
5. Bermujahadah
Walaupun hati sudah terbuka, rindu dan suka dengan Islam, sudah faham Islam dan yakin dengan yang difahami itu, tapi bila hendak bertindak, masya-Allah, rupanya bukan musuh lahir, seperti Yahudi dan Nasrani yang menghalang, tapi musuh dalam diri kita, yaitu nafsu. Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Setan tidak dapat mempengaruhi sesorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata-kata yang lain, nafsu adalah jalan raya untuk setan. Kalau nafsu dibiarkan, akan membesar, maka semakin luaslah jalan raya setan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan setan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat.
“Sesungguhnya hawa nafsu itu sangat membawa pada kejahatan”

Jadi seseorang itu mesti sanggup melawan hawa nafsu. Kalau tidak banyak ajaran Islam yang terabai, banyak perintah Allah dilalaikan. Bila tidak dapat melawan hawa nafsu, banyak larangan Allah yang akan dibuat. Jadi hanya dengan melakukan mujahadatunnafsi, barulah ajaran Islam itu dapat kita amalkan sungguh-sungguh dan barulah maksiat lahir dan batin dapat kita tinggalkan, karena nafsu yang sangat menghalang itu sudah tidak ada lagi. Nafsu itu sudah kita didik, sudah kita kalahkan, dan sudah menjadi tawanan kita.
6. Istiqamah Beramal
Beramal jangan bermusim, jangan ada turun naiknya. Kalau sudah beribadah, mesti terus beribadah. Kalau sudah berukhuwah, terus berukhuwah. Kalau tinggalkan maksiat, terus tinggalkan. Jangan sekali buat sekali tinggalkan. Begitu juga kalau berjuang, berdakwah dan sebagainya, hendaklah berjuang dan berdakwah terus. Jangan kadang-kadang beribadah, kadang-kadang tidak, kadang-kadang berdakwah, kadang-kadang tidak. Jadi mesti mengamalkan baik perintah suruh dibuat secara istiqamah maupun perintah larangan itu ditinggalkan secara istiqomah juga. Dengan kata lain, beramal hendaklah secara tetap, secara rajin dan terus menerus. Ini yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW :
“Sebaik-baik amalan itu, yang dibuat secara istiqamah sekalipun sedikit”.
Apa yang dimaksudkan sedikit? jika tidak diuraikan, nanti ada mereka yang ambil kesempatan dengan berkata: “yang penting istiqamah, tetap Allah terima walaupun sedikit. Kalau begitu saya akan shalat saja sampai mati. Puasa, naik haji, berkorban dan sebagainya tak perlu dibuat”. Sebenarnya sedikit yang dimaksudkan oleh Rasulullah ialah amalan-amalan yang fardhu sudah ditunaikan. Yang fardhu ain selesai, kemudian ditambah pula dengan amalan yang sunat. Istiqamah amalan yang sunat, amalan wajib memang tidak dapat ditinggalkan.
Amalan yang istiqamah akan membuat kesan pada roh atau hati seseorang. Laksana titisan air, walaupun kecil dan lembut tapi jika ia meniti sepanjang masa, lama-kelamaan batu akan lekuk. Sebaliknya, air banjir yang datang setahun sekali atau dua tiga tahun sekali, walaupun besar tetapi tidak dapat melekukkan batu. Tegasnya, amalan sunat yang istiqamah sangat memberi kesan pada hati. Kesannya dapat dilihat pada gerak-gerik, membuahkan akhlak yang mulia. Sebaliknya amalan sunat yang dibuat walaupun banyak tetapi tidak secara istiqamah, tidak memberi bekas pada jiwa.
7. Ada Pemimpin yang Memimpin (Guru Mursyid)
Dapat memimpin baik di bidang ilmu, akal atau hati. Baik yang lahir maupun yang batin dan dalam semua hal hingga hidup kita ini dapat tertuju kepada Allah.
Dalam Islam, pemimpin yang dapat memimpin hidup kita itulah yang dikatakan mursyid. Asalnya dari perkataan ‘mursyidun’ maknanya orang yang memimpin. Setiap orang wajib ada pemimpin yang memimpin dirinya, baik dia ulama atau tidak, hafiz atau tidak, pakar Islam atau tidak, mualim atau tidak.
Orang yang memimpin (mursyidun) tidak sama dengan mua’llim. Juga tidak sama dengan ustad dan guru. Sebab mu’alim itu hanya memberi ilmu. Mereka hanya memandang luar. Tetapi mursyid yang dapat memimpin. Allah memberi padanya ilmu-ilmu yang luar biasa. Ada ilmu lahir dan batin. Bukan saja dia dapat memimpin akal, tetapi juga hati (roh) juga dipimpinnya. Walaupun mursyid itu seorang yang tidak hafal quran dan hadis. Sebab itu sebagaimana hebat alim seseorang itu, dia mesti punya pemimpin.
Memang guru pemimpin itu susah dicari. Apalagi di jaman sekarang yang sudah jauh dari Rasulullah. Orang yang jadi mursyid hanya dalam hitungan jari saja. Sebab itu mursyid kurang popular dan jarang disebut dalam kehidupan sehari-hari. Imam Ghazali r.h. berkata:
“Untuk mencari seorang mursyid, laksana mencari belerang merah”
Begitulah susahnya untuk mencari mursyid. Sebab itu pimpinan sudah tidak ada lagi di kalangan umat Islam hari ini. Maka berjuang pun hanya main-main akal, beribadah sesuka hati, bertindak sembrono, tidak diukur secara ilmu lagi. Jadi perlu ada guru yang mursyid, yang dapat memimpin ilmu dan amalan kita, yang memimpin lahir dan batin kita. Guru mursyid ini menjadi tempat kita merujuk walau dalam hal keci sekalipun.
Tetapi di sinilah banyak yang tidak faham termasuk alim ulama. Sebagiannya berkata “kalau kita sudah berguru ke satu tempat, jangan lagi berguru di tempat lain”. Ini satu fahaman yang salah. Sebenarnya guru mursyid yang tidak banyak, seorang saja. Tapi kalau guru sumber ilmu, lebih banyak lebih baik karena lebih banyak saluran untuk dapat ilmu. Imam Ghazali r.h. ada 1000 orang gurunya.
Guru pimpinan, tempat rujuk dalam semua hal hanya seorang saja. Dalam hal apapun mesti dirujuk kepadanya termasuk dalam hal yang mubah. Walaupun mubah, tetapi untuk dapat berkat mesti bertanya kepadanya. Lebih-lebih lagi kalau sudah menjadi arahannya wajib ditaati. Setiap arahannya sudah menjadi wajib arahdi, sebab mentaati pemimpin adalah wajib. Di sinilah kebanyakan kesalahan pejuang sekarang. Mereka sudah memiliki jemaah, tetapi bila ada masalah dalam jemaah dia rujuk pada ‘ulama luar jemaah’ atau dukun.
Jadi setiap orang yang ingin membaiki dirinya mesti ada mursyid yang akan memimpinnya, sekalipun dia ulama, alim, hafaz Al Quran dan pakar hadis. Kenapa ? Dalam ajaran Islam ini, ada ilmu yang datang dari akal, dan ada yang dari hati; ada lahir ada batin; ada yang tersurat dan ada yang tersirat. Kalau seseorang itu diberi ilmu yang tersurat, belum tentu dia akan diberi ilmu yang tersirat. Bukan semua muhaddisin akan diberi ilmu-ilmu hati. Oleh itu, walau ulama pakar sekalipun, mesti ada guru yang memimpinnya. Di sinilah banyak orang salah faham, terutama para ulama. Hati mereka berkata, “Saya sudah jadi ulama, alim, sudah mengajar profesor, sudah menjadi dosen, mengapa perlu pimpinan ? Saya dapat pimpin diri saya sendiri. Buat apa bersandar kepada orang lain ?” Sebab mereka merasa mereka banyak ilmu dan dapat pimpin diri sendiri. Lebih-lebih lagi mereka tidak mau dipimpin oleh guru yang mursyid.
Orang yang dapat memimpin ataupun mursyid, hanyalah orang yang pintu hatinya terbuka, yaitu yang mempunyai basyirah. Bukan sekedar akal saja terbuka. Banyak orang yang akalnya terbuka, hingga dapat menangkap ilmu, tapi orang yang hatinya terbuka tidak banyak. Mursyid itu ialah orang yang hatinya terbuka luas dan dapat memimpin orang lain. Dia tidak semestinya lebih alim daripada orang yang dipimpinnya. Imam Hambali umpamanya, dia tidak disebut ahli tasawuf sebab dia tidak mengarang kitab tasawuf, sebaliknya hanya mengarang kitab ilmu-ilmu lahir. Tetapi yang sebenarnya dia juga alim ilmu batin (karena semua Imam mahzab itu adalah mursyid dan pakar tasawuf). Dia tahu dan mengamalkannya. Menurut riwayat, Imam Hambali selalu merujuk kepada ulama-ulama, menziarahi bisyru al khafi, sering menziarahi ahli-ahli sufi di ujung negeri Baghdad.
Jadi setiap orang mesti mencari seorang guru mursyid untuk memimpin dirinya walaupun dia alim. Lahir dan batinnya perlu diserahkan kepada guru mursyid.

8. Berdoa Kepada Allah

Usaha kita tidak memberi bekas walaupun usaha itu diperintahkan oleh Allah. Kita sudah belajar, tetapi ilmu itu sebenarnya tidak memberi bekas. Kita bermujahadah, tetapi usaha kita membaiki diri itu tidak memberi bekas. Mursyid kita tidak memberi bekas walaupun kita disuruh mencari mursyid. Yang memberi bekas hanyalah Allah. Allah-lah yang menghitamputihkan nasib kita. Begitulah keyakinan kita. Sebab itu kita mesti selalu panjatkan doa kepada Allah agar Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik kepada kita.
Oleh karena yang muatsir hanyalah Allah, jadi tujuh hal yang diperkatakan diatas tidak muatsir, walaupun diperintah. Dia tidak memberi bekas. Sebab itulah mesti bersungguh-sungguh berdoa kepada Allah. Bila Allah beri hidayah dan taufiq semua masalah selesai. Tidak ada masalah yang sulit. Yang besar jadi kecil, yang kecil lebih jadi terlalu kecil.
Begitulah teori ilmiahnya, 8 syarat yang ditempuh oleh seseorang itu agar ia menjadi orang soleh atau menjadi orang yang bertaqwa. Bila kita menjadi orang yang bertaqwa barulah kita akan dapat ganjaran dari Allah dunia dan Akhirat. Jadi sebelum kita menjadi orang yang bertaqwa selagi itulah Allah tidak akan bantu dan bela kita serta tiada jaminan daripada Allah SWT.
Diambil dari Buku “Taqwa menurut Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi”

Sabtu, 23 April 2011

MACAM-MACAM WALIYULLAH

1. Aqthab r.a. (radiyallahu 'an/wm/semoga Allah meridhai mereka).
Mereka adalah para wali yang terkumpul dalam dirinya semua hal
dan maqam, baik menerimanya secara langsung maupun karena warisan. Penggunaan nama ini meluas sehingga orang yang mempunyai salah satu maqam juga disebut Quthb. Di setiap zaman, wali tingkatan ini hanya ada satu. Pemimpin suatu negeri juga terkadang disebut Quthb negeri itu dan guru suatu kelompok juga terkadang disebut Quthb kelompok itu. Akan tetapi Aqthab yang dimaksud di sini hanya ada satu setiap zamannya. Ia juga disebut Al-Ghaits (penolong), ia adalah pemimpin suatu golongan pada zamannya. Dari segi maqam, terkadang ia merupakan pemimpin kekuasaan yang memiliki kekuasan fisik dan kekuasaan batin, contohnya Abu Bakar, 'Umar, TJtsman, 'Ah, Hasan, Mu'awiyah bin Yazid, Umar bin 'Abdul' Aziz, dan Al-Mutawakkil. Terkadang Quthb hanya mempunyai kekuasaan batin, tidak punya kekuasaan fisik, contohnya Ahmad bin Harun al-Rasyid dan Abu Yazid al-Busthami. Mayoritas Aqthab tidak mempunyai kekuasaan fisik
2. Aimmah r a. (para pemimpin). Dalam setiap zaman, jumlahnya tidak lebih dari dua, artinya tidak ada yang ketiga. Yang pertama bernama 'Abdur Rabbi, yang kedua dinamakan 'Abdul Malik, sedangkan Quthb adalah 'Abdullah. Kedua Aimmah ini akan menggantikan Quthb apabila ia meninggal dan kedudukan keduanya seperti menteri. Salah seorang dari mereka hanya mengetahui alam malakut (alam kekuasaan/alam gaib/mikrokosmos), sedang yang satunya hanya mengetahui alam mulk (alam kerajaan/dunia jasmani/makrokosmos).
3. Autad r.a. Mereka hanya berjumlah empat, tidak kurang dan tidak lebih, dalam setiap zamannya. Kami pernah bertemu salah seorang dari mereka di kota Fes yang dikenal dengan nama Ibnu Ja'dun. Ia adalah seorang pekerja penumbuk daun pacar atau inai. Masing-masing dari keempat orang itu tinggal di di daerah timur, barat, selatan, dan utara. Arahnya dilihat dari Ka'bah. Sebagian mereka perempuan. Gelar mereka adalah 'Abdul Hayyi, 'Abdul 'Alim, 'Abdul Qadir, dan 'Abdul Murid.
4. Abdal r.a. Jumlahnya ada tujuh tidak kurang tidak lebih. Allah menjaga mereka di tujuh wilayah. Setiap Badai (bentuk tunggal dari Badai) mempunyai daerah dan wilayah sendiri-sendiri. Salah satunya mengikuti jejak seperti Khalilullah (Nabi Ibrahim), yang kedua mengikuti jejak Al-Kalim (Nabi Musa), ketiga mengikuti jejak Harun r.a., yang keempat mengikuti jejak Idris a.s., yang kelima mengikuti jejak Nabi Yusuf r.a., keenam mengikuti jejak Isa a.s..
dan ketujuh mengikuti jejak Adam a.s. Disebut Abdal karena jika seorang Badai akan meninggalkan suatu tempat dan ingin mengangkat Badai untuknya di tempat itu yang menurutnya mengandung kemaslahatan dan usaha pendekatan diri kepada Allah, maka ia akan meninggalkan seseorang yang mirip dengan sosoknya di tempat itu. Tak diragukan lagi. Badal yang ia tinggalkan terlihat seperti dirinya sendiri. Badal itu sendiri adalah sosok spiritualnya dengan tujuan untuk mengetahuinya. Setiap orang yang mempunyai kekuatan ini disebut Badal. Dan barangsiapa yang dijadikan Allah sebagai Badal di suatu tempat, tetapi ia tidak mengetahui apa-apa tentang itu, maka ia bukan yang dimaksud sebagai Abdal yang telah kami sebutkan.
Kami pernah bertemu dengan Abdal. Kami pernah melihat tujuh Badal di Mekkah dan bertemu mereka di belakang kerumunan pengikut Hanbali. Kami pernah berkumpul dengan mereka, tidak ada orang yang pernah saya lihat yang mempunyai akhlak sangat baik daripada mereka. Kami juga pernah bertemu Musa al-Baidrani di Asybiliyah tahun 586 H., ia mendatangi kami dan berkumpul dengan kami. Kami juga pernah bertemu Syaikh al-Jibal Muhammad bin Asyraf al-Rindi. Teman kita juga 'Abdul Majid bin Salamah pernah bertemu seseorang bernama Mu'adz bin Asyras, salah seorang pemimpin mereka dan 'Abdul Majid menyampaikan salam Mu'adz untuk kami 'Abdul Majid menanyakan kepadanya dengan apa para Abdal mendapatkan kedudukan itu. Lalu ia menjawab, "Dengan empat hal," seperti yang disebutkan Abu Thalib al-Makki, yaitu lapar, bangun malam, diam, dan uzlah.
5. Nuqaba' r.a. Di setiap zaman, mereka berjumlah 12 orang, tidak kurang tidak lebih, sama dengan jumlah galaksi (kumpulan bintang) dalam tata surya. Setiap Naqib (bentuk tunggal dari Nuqaba') mengetahui khasiat dari satu galaksi. Allah memberi mereka pengetahuan tentang syariat-syariat yang diturunkan. Mereka mampu menyingkap isi hati dan kedengkian yang tersembunyi di dalam hati manusia, dan mengetahui tipu daya nafsu. Mereka juga mengetahui iblis padahal iblis sendiri tidak mengetahui dirinya. Mereka bisa mengetahui bekas dan jejak seseorang di atas tanah, apakah itu jejak orang yang bahagia atau sengsara. Ulama yang mempunyai kemampuan semacam ini banyak. Jika mereka melihat jejak di padang pasir, lalu bertemu seseorang dan mengatakan bahwa orang itulah pemilik jejak kaki
tersebut, ternyata apa yang mereka katakan itu benar. Jika mereka bukan wali Allah, lalu apa sehutanmu terhadap para Nuqaba' yang dikaruniai Allah ilmu tentang jejak?
6. Nujaba r.a. Setiap zaman, jumlahnya hanya delapan, tidak kurang tidak lebih. Mereka adalah orang-orang yang tampak dalam diri mereka tanda-tanda diterimanya hal (kondisi spiritual yang diperoleh sebagai anugerah) mereka, meskipun mereka tidak mengusahakannya, tetapi justru kondisi spiritual itu yang menguasai diri mereka. Hanya orang yang kondisi spiritualnya berada di atas mereka yang bisa mengetahui keadaan mereka.
7. Hawariyyun r.a. Setiap zaman, jumlahnya hanya ada satu. Apabila yang satu itu meninggal, maka baru muncul yang lainnya. Pada masa Rasulullah Saw., orang yang mempunyai maqam (kedudukan spiritual yang diperoleh dengan usaha) ini adalah Zubair bin 'Awwam. Banyak orang yang membela agama dengan menggunakan pedang, sedangkan Al-Hawariyyun adalah orang membela agama dengan menggunakan pedang dan hujjah. Ia dikaruniai ilmu, ketekunan beribadah, hujjah, kemahiran berpedang, keberanian, dan keteguhan. Maqamnya adalah mempertahankan kebenaran agama yang disyariatkan.
8. Rajabiyyun r.a. Jumlahnya ada empat puluh orang di setiap zaman, tidak kurang tidak lebih. Mereka adalah hamba-hamba yang halnya mengagungkan Allah. Mereka dinamakan Rajabiyyun, karena hal mereka hanya diperoleh pada bulan Rajab, sejak awal sampai akhir bulan. Setelah itu, mereka kehilangan hal ini, sampai datangnya bulan Rajab tahun berikutnya. Hanya sedikit orang yang mengetahui dan mengenal mereka. Mereka terpencar di beberapa tempat, tetapi mereka saling kenal. Ada yang bermukim di Yaman, Syam, dan Diyar Bakar.
Muhyiddin Ibnu'Arabi berkata, "Saya pernah berjumpa dengan salah seorang dari mereka di Danusiri, Diyar Bakar, dan tidak berjumpa dengan yang lainnya. Saya memang ingin sekali bertemu mereka. Sebagian mereka ada yang tetap mempunyai hal ini (Rajabiyyun) sepanjang tahun, ada juga yang memilikinya hanya selama bulan Rajab. Rajab yang kujumpai itu mampu melihat keadaan golongan Syi'ah Rafidhah yang sebenarnya dalam rupa babi, padahal ketika itu bukan bulan Rajab. Ini menunjukkan bahwa ia memperoleh hal Rajabiyyun sepanjang tahun. Kemudian datanglah seorang Syi'ah Rafidhah, lalu Rajab itu berkata, 'Bertobatlah kepada Allah, karena kamu termasuk
golongan Syi'ah Rafidhah.' Orang-orang takjub dengan kejadian tersebut. Apabila orang Syi'ah Rafidhah itu bertobat dengan sebenar-benarnya, maka Rajab itu melihatnya dalam rupa manusia, tetapi jika ia bertobat hanya di mulut saj a, maka Rajab itu tetap melihatnya dalam rupa babi, lalu berkata kepada orang Syi'ah Rafidhah itu, 'Kamu bohong ketika mengatakan telah bertobat.' Apabila orang Syi'ah Rafidhah itu berkata benar, maka Rajab itu akan berkata, 'Kamu jujur.' Akhirnya orang Syi'ah Rafidhah itu tahu bahwa Rajab itu benar, sehingga ia keluar dari mazhabnya."
Ibnu 'Arabi juga menceritakan bahwa hal seperti itu pernah terjadi pada dua orang yang berilmu dan adil dari kalangan mazhab Syafi'i Keduanya tidak dikenal sebagai orang Syi'ah dan memang tidak termasuk golongan Syi'ah, hanya saja pendapat keduanya cenderung ke golongan itu. Keduanya berpegang teguh kepada mazhab Syafi'i, tetapi menganggap buruk Abu Bakar dan 'Umar serta mengagungkan 'Ali sebagaimana kaum Syi'ah. Ketika keduanya melewati tempat seorang Rajab lalu mengunjunginya, Rajab itu mengusir mereka dari sisinya, karena Allah telah menyingkapkan batin keduanya di pandangan sang Rajab sehingga tampak dalam rupa babi, tanda yang diperlihatkan Allah bagi seorang Rajab untuk mengetahui pengikut mazhab Syi'ah Rafidhah. Tahulah kedua orang itu bahwa sang Rajab itu mengetahui keyakinan mereka sebenarnya, padahal mereka terkenal sebagai saksi yang adil dan ahli hadis. Maka mereka berdua menanyakan hal tersebut kepada sang Rajab. Lalu dijawab, "Aku melihat kalian berdua dalam rupa babi. Itu tanda yang diperlihatkan Allah bagiku untuk mengetahui orang yang bermazhab Syi'ah Rafidhah." Kemudian keduanya bertobat tetapi hanya dalam hati, tidak menampakkannya. Lalu Rajab itu berkata kepada keduanya, "Sekarang, kalian berdua telah meninggalkan mazhab tersebut, karenanya saya melihat kalian dalam rupa manusia." Keduanya takjub dengan hal tersebut dan akhirnya bertobat kepada Allah.
Di hari pertama bulan Rajab, seorang Rajab merasa sangat berat seperti sedang memikul beberapa lapis langit, sehingga tidak dapat mengedipkan mata dan menggerakkan anggota badan. Ia hanya bisa berbaring dan sama sekali tidak mampu bergerak, berdiri, duduk, menggerakkan tangan dan kaki, atau mengedipkan mata. Keadaan tersebut berkurang sedikit demi sedikit pada hari kedua dan ketiga bulan Rajab. Lalu ia mengalami mukasyafah, tajaliyyat, dan mampu mengetahui hal-hal gaib. Akan tetapi ia masih tetap dalam keadaan berbaring. Setelah dua atau tiga hari, ia baru bisa berbicara sampai akhir
bulan. Apabila bulan Rajab telah habis dan masuk bulan Syaban, ia bisa berdiri seperti terlepas dari jeratan. Apabila ia seorang pekerja pabrik atau pedagang, ia bisa melakukan kegiatannya lagi karena telah lepas dari keadaan itu kecuali orang yang dikehendaki Allah tetap dalam keadaan tersebut. Keadaan para Rajab ini aneh dan tidak diketahui sebabnya dan hanya terjadi di bulan Rajab.
9. Khatmu r.a hanya ada satu sepanjang zaman. Dia hanya ada satu di dunia. Allah telah menutup kewalian umat Muhammad dengan kemunculannya. Tidak ada wali dari kalangan umat Muhammad yang lebih besar daripada dia. Di adalah penutup (khatm) terakhir yang dengannya Allah menutup kewalian yang ada dalam seluruh umat sejak Adam sampai wali yang terakhir. Dia adalah Isa a.s. Dialah penutup para wali sebagaimana ia juga merupakan penutup peredaran falak. Pada hari akhir nanti, Isa akan dikumpulkan di Padang Mahsyar sebagai rasul bersama rasul-rasul lainnya.
10. Tiga ratus wali yang mempunyai hati seperti Nabi Adam a.s., jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya. Sabda Nabi Saw. tentang tiga ratus orang yang mempunyai hati seperti Adam juga sabda beliau tentang orang-orang yang mempunyai hati seperti manusia-manusia yang agung (para nabi dan rasul) dan para malaikat, mengandung arti bahwa orang-orang seperti itu mempunyai hati yang sesuai dengan pengetahuan ilahiah. Ilmu-ilmu ilahiah masuk ke dalam hati, maka setiap ilmu yang masuk ke dalam hati orang besar, baik ia raja maupun rasul, berarti ilmu itu juga masuk ke dalam hati orang-orang yang mirip dengan hati raja dan rasul itu. Sebagaimana yang biasa diungkapkan oleh sebagian orang, "Si Zaid mempunyai langkah seperti si Ahmad." Muhyiddin Ibnu 'Arabi berpendapat bahwa dalam hadisnya,
Rasulullah tidak menyebutkan tiga ratus orang yang berhati seperti Adam itu ada dalam umatnya saja atau ada di setiap zaman. Dan kita hanya mengetahui mereka dalam setiap zaman dengan jalan mukasyafah. Setiap zaman tidak pernah kosong dari jumlah ini. Tiga ratus orang itu mempunyai tiga ratus akhlak ilahiyah. Barangsiapa berakhlak dengan salah satunya saja, maka ia akan mencapai kebahagiaan. Mereka adalah orang-orang yang terpilih dan sangat suka memanjatkan doa Nabi Adam a.s., Ya Tuhan kami, kami telah berbuat zalim kepada diri kami sendiri. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS Al-A'raf [7]: 22)
11. Empat puluh wali yang mempunyai hati seperti Nabi Nuh a.s., jumlahnya tidak kurang tidak lebih di setiap zaman. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah Saw., dan beliau adalah rasul serta orang pertama yang mempunyai hati seperti Nuh a.s. Mereka sangat cekatan dan selalu memanjatkan doa Nabi Nuh a.s., Ya Tuhanku! Ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, dan semua orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan (QS Nuh [71]: 28). Maqam mereka adalah mempunyai ghirah keagamaan yang merupakan maqam orang yang menempuh jalan sulit Segala sifat yang terpencar dalam diri empat puluh orang itu terkumpul dalam diri Nuh a.s., sebagaimana segala sifat yang terpencar dalam diri tiga ratus orang yang memiliki hati seperti Adam terkumpul dalam diri Adam a.s. Dalam menaiki tangga menuju tingkat tersebut, mereka berkhalwat selama tepat empat puluh hari, tidak lebih, sebagai khalwat pembukaan. Mereka berdalil dengan hadis Rasulullah Saw., "Barangsiapa membersihkan hati karena Allah selama empat puluh hari, maka akan keluar dari hatinya sumber-sumber hikmah melalui lisannya."
12. Tujuh wali yang mempunyai hati seperti Nabi Ibrahim a.s., jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zaman. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah Saw. Mereka selalu memanjatkan doa Nabi Ibrahim a.s., Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh (QS Al-Syu'ara' [26]: 83). Maqam mereka selamat dari segala keraguan dan kebimbangan. Allah telah mencabut belenggu dunia dari hati mereka. Mereka tidak mempunyai buruk sangka terhadap orang lain bahkan mereka tidak mempunyai prasangka apa pun, karena mereka merupakan orang yang berilmu benar, sedangkan prasangka hanya ada pada orang yang tidak mempunyai ilmu. Mereka tidak pernah berbuat jahat terhadap orang lain karena Allah telah memberikan hijab antara dia dan kejahatan yang biasa dilakukan manusia. Muhyiddin Ibnu 'Arabi berkata, "Saya pernah bertemu dengan mereka. Saya belum pernah bertemu dengan orang yang lebih baik jalan, ilmu, dan kemurahannya daripada mereka. Di surga nanti, mereka duduk berhadapan di atas dipan-dipan dengan hati penuh persaudaraan, dan kehidupan surga yang bersifat maknawi telah tertanam dalam hati mereka."
13. Lima wali yang mempunyai hati seperti Jibril a.s., jumlahnya tidak kurang tidak lebih setiap zamannya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. Mereka adalah raja dari orang yang menapaki jalan ini. Mereka memiliki ilmu yang dimiliki Jibril berupa kekuatan yang dilambangkan dengan sayap-sayap yang digunakan untuk naik turun langit. Akan tetapi, ilmu mereka tidak melampaui ilmu Jibril, karena Jibril lah yang memberikan pengetahuan tentang hal-hal gaib kepada mereka. Pada hari kiamat nanti, mereka akan berkumpul bersama Jibril di Padang Mahsyar.
14. Tiga wali yang memiliki hati seperti Mikail a.s., jumlahnya tidak kurang tidak lebih pada setiap zaman. Mereka dikaruniai kebaikan, rahmat, kasih sayang, dan belas kasih Allah. Mereka bertiga lapang dada, murah senyum, lemah lembut, penuh belas kasih, dan memiliki ilmu yang sebanding dengan kekuatan Mikail a.s.
15. Satu wali yang memiliki hati seperti Israfil a.s. di setiap zamannya. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadis Nabi Saw. Ia memiliki kekuasaan untuk memerintah dan melarang, serta tidak berai sebelah dalam memandang masalah. Abu Yazid al-Busthami termasuk orang yang memiliki hati seperti Israfil, dan dari golongan nabi adalah Isa a.s. Barangsiapa memiliki hati seperti Isa a.s., berarti ia juga seperti Israfil a.s., akan tetapi terkadang orang yang memiliki hati seperti Israfil tidak mesti memiliki hati seperti Isa a.s. Muhyiddin Ibnu'Arabi menyatakan bahwa salah seorang gurunya memiliki hati seperti Isa a.s. dan dia termasuk orang besar.
16. Para wali yang mempunyai hati seperti Dawud a.s., jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya, insya Allah saya akan membahas tentang mereka menurut kacamata spiritual saya. Hal, ilmu, dan tingkatan yang terpencar dalam diri mereka terkumpul dalam diri Dawud a.s. Saya pernah bertemu dan bergaul dengan mereka semua, serta belajar dari mereka. Tingkatan mereka tidak bisa ditentukan dengan jumlah tertentu.
17. Orang-orang gaib (rijalul ghaib). Mereka hanya ada sepuluh tidak kurang tidak lebih. Mereka adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalat dan selalu berbicara dengan suara berbisik karena Allah selalu menyingkapkan diri-Nya (tajalli) ke dalam jiwa mereka, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga kamu hanya mendengar bisikan saja (QS Thaha [20]: 108).
Mereka adalah orang-orang yang tersembunyi dan tidak'dikenal. Allah telah menyembunyikan mereka di bumi dan langit-Nya, serta hanya Dia yang mengetahui dan menyaksikan keberadaan mereka, seperti dinyatakan dalam firman-Nya, Orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil mengajak mereka berbicara, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan (OS Al-Furqan [25]: 63). Mereka sangat pemalu, jika mereka mendengar seseorang berbicara dengan suara keras, urat leher mereka menonjol dan mereka merasa heran. Para ulama terkadang mengartikan rijalul ghaib sebagai manusia yang tidak bisa dilihat dengan mata, terkadang didefinisikan dengan kelompok jin yang mukmin dan saleh, dan terkadang didefinisikan sebagai kelompok yang tidak memperoleh rezeki dan ilmu dari alam fisik, tetapi mengambilnya dari alam gaib.
18. Delapan belas wali yang menegakkan perintah Allah, jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih dalam setiap zaman. Mereka menegakkan perintah Allah dengan melaksanakan hak-hak-Nya dan menguatkan kejadian-kejadian yang biasa. Firman Allah tentang mereka adalah ayat, Katakanlah: "Allah (yang telah menurunkan Al-Qur'an)," kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qursan kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya (QS Al-Baqarah [2]: 91), dan ayat, Sesungguhnya aku telah menyeru mereka kepada iman secara terang-terangan (QS Nuh [71]: 8). Salah satu dari golongan ini adalah guru kami Abu Madyan r.a. yang berkata kepada teman-temannya, "Perlihatkan kebenaran kalian kepada manusia sebagaimana mereka memperlihatkan kedurhakaan mereka. Perlihatkan nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah kepadamu, baik nikmat zahir berupa kejadian-kejadian luar biasa maupun nikmat batin berupa ma'rifat. Sesungguhnya Allah telah berfirman, Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah kamu menceritakannya (QS Al-Dhuha [93]: 11), dan Nabi Saw. telah bersabda, 'Menceritakan karunia Allah adalah bentuk bersyukur."'
19. Delapan wali yang memiliki kekuatan ilahi Firman Allah tentang mereka adalah ayat, Mereka yang keras terhadap orang-orang kafir (QS Al-Fath [48]: 29). Mereka mempunyai nama-nama Tuhan yang dinyatakan dalam firman-Nya, Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh (QS Al-Dzariyat [51]: 58). Kecaman orang lain tidak mengganggu mereka dalam beribadah kepada Allah Swt. Mereka
juga terkadang disebut dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan. Mereka terkenal sebagai orang yang selalu berpikiran positif. Di kota Fas, ada satu orang dari mereka bernama Abu 'Abdullah al-Daqqaq yang pernah berkata, "Aku tidak pernah menggunjing orang, dan tak seorang pun yang bergunjing tentangku." Muhyiddin Ibnu 'Arabi menyatakan bahwa salah seorang gurunya termasuk dalam golongan mereka. 20. Di setiap zaman, ada lima wali, tidak kurang tidak lebih, yang mempunyai kekuatan seperti delapan orang dari kelompok sebelumnya, hanya saja mereka memiliki sifat lemah lembut yang tidak dimiliki kelompok sebelumnya. Maqam mereka mengikuti jejak para rasul Sifat mereka dijelaskan dalam firman Allah Swt., Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut (QS Thaha [20]: 44), dan firman-Nya, Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka (QS Ah Tmran [3]: 159). Di beberapa negara, mereka menampakkan sikap lemah lembut meskipun mempunyai kekuatan. Akan tetapi di negara-negara nonArab, mereka menampakkan kekuatan mereka di samping bersikap lemah lembut, sama dengan kelompok sebelumnya. Sayyid Muhyiddin Ibnu 'Arabi menyatakan bahwa ia pernah bertemu dengan sebagian dari mereka dan berguru kepada mereka. 21. Lima belas wali yang memiliki kelemahlembutan dan kasih sayang ilahiyah. Mereka dapat menguasai angin seperti Nabi Sulaiman yang dikisahkan dalam firman-Nya, Angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya (QS Shad [38]: 36). Mereka mengasihi hamba-hamba Allah baik yang mukmin maupun yang kafir, dan memandang makhluk dari kesungguhan dan keberadaannya, bukan dari mata hukum dan peradilan. Allah tidak sedikit pun memberi mereka kewalian lahir berupa kekuasaan hukum maupun kerajaan karena dzauq dan maqam mereka tidak mencakup tugas mengatur makhluk, tetapi mereka dan makhluk-makhluk yang lain sama-sama dinaungi rahmat Allah yang universal sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu (QS Ah 'Imran [3]: 156). Saya pernah bertemu dengan sebagian mereka. 22. Di setiap zaman, ada empat wali, tidak kurang dan tidak lebih, yang memiliki sifat seperti yang dinyatakan dalam firman Allah Swt, Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi juga
diciptakan seperti itu, perintah Allah berlaku padanya (QS Al-Thalaq [65]: 12); Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang (QS Al-Mulk [67]: 3). Mereka adalah orang-orang yang disegani dan bermartabat tinggi, seakan-akan keberuntungan selalu menyertai mereka. Mereka tidak takut dizalimi, justru takut dipuji-puji. Merekalah yang membentangkan pasak-pasak yang meliputi keadaan spiritual mereka. Hati mereka ada di langit, tidak dikenal di bumi. Di antara mereka ada yang memiliki hati seperti Nabi Muhammad Saw., ada yang memiliki hati seperti Nabi Syuaib a.s., ada yang memiliki hati seperti Nabi Shalih a.s, dan ada yang memiliki hati seperti Nabi Hud a.s. Di antara mereka ada yang selalu diperha tkan oleh Izrail, ada yang diperhatikan oleh Jibril, ada yang diperhatikan oleh Mikail, dan ada yang diperhatikan oleh Israfil. Kedudukan mereka menakjubkan dan keadaan mereka aneh. Sayyid Muhyiddin berkata, "Ketika saya bertemu dengan orang-orang seperti itu di Damaskus, saya tahu bahwa mereka termasuk golongan empat orang ini. Sebelumnya saya pernah melihat dan bertemu mereka di Andalusia, tetapi saya tidak tahu bahwa mereka menduduki maaam ini Ketika itu, saya hanya menganggap mereka termasuk hamba-hamba Allah. Saya bersyukur kepada Allah yang telah membuat saya mengetahui maaam mereka dan menampakkan hal mereka kepada saya."
23. Di setiap zaman, ada dua puluh empat wali, tidak kurang dan tidak lebih, yang mendapatkan fath (pembukaan / Allah menyingkapkan pengetahuan-pengetahuan dan rahasia-rahasia kepada mereka). Jumlah mereka sesuai dengan jumlah jam. Di setiap jam, ada satu orang yang dibukakan oleh Allah padanya tentang pengetahuan dan rahasia, baik kala siang maupun malam Mereka terpencar di muka bumi ini dan tidak pernah saling bertemu. Masing-masing menempati tempatnya sendiri tanpa berpindah sedikit pun. Dua orang bertempat di Yaman, empat orang di negara-negara bagian timur, enam orang berada daerah barat, selebihnya terpencar di seluruh pelosok dunia. Sifat mereka dijelaskan dalam ayat, Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. (QS Fathir [35]: 2)
24. Di setiap zaman, ada tujuh wali, tidak kurang dan tidak lebih, yang memiliki tingkatan-tingkatan yang tinggi. Mereka berada dalam tingkat yang paling tinggi, mereka adalah para wali dan pemilik
martabat yang tinggi. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Kamulah yang paling tinggi, dan Allah menyertaimu (QS Muhammad [47]: 35). Sebagian ahli tariqat yang berpendapat bahwa Abdal berjumlah tujuh orang menganggap golongan ini (orang-orang yang mempunyai tingkatan tinggi) sebagai Abdal, sebagaimana sebagian ahli tariqat yang berpendapat bahwa Abdal berjumlah 40 orang menganggap Rajabiyyun sebagai Abdal. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memperoleh pengetahuan dari Allah tentang berapa jumlahnya. Di setiap zaman, Allah mempunyai hamba-hamba pilihan yang menjadi perantara Allah dalam menjaga alam ini Ada berita bahwa jumlah mereka sekian, sebagaimana ada tingkatan-tingkatan wali yang tidak diketahui jumlah pastinya di setiap zaman, karena jumlah mereka bisa bertambah dan berkurang, seperti para Afrad, orang-orang yang tinggal di air, orang-orang yang amanah, para pencinta, dan para sahabat karib, ahlullah (kaum Allah), orang-orang yang berbicara dengan Allah, orang-orang yang bercakap-cakap dengan Allah, dan orang-orang sufi. Mereka semua orang-orang yang terpilih. Setiap tingkatan ini dijaga oleh orang-orang tersebut dalam setiap zamannya, tetapi jumlah mereka tidak bisa dibatasi sebagaimana yang telah kami sebutkan.
25. Dua puluh satu wali yang berada di lapisan paling bawah. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh ruh dari Allah tanpa pengetahuan tentang ruh mereka sendiri. Jumlah mereka tetap setiap zamannya, tidak kurang tidak lebih. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (QS Al-Tin [95]: 5), yakni alam fisik Jadi, tidak ada yang lebih rendah daripada alam fisik. Allah mengembalikan mereka ke alam fisik agar mereka menghidupkannya, karena pada dasarnya alam fisik itu mati kemudian ruh mereka ini yang menghidupkannya dengan dikembalikannya mereka oleh Allah ke alam fisik. Para wali tersebut hanya melihat apa yang dikehendaki oleh Allah dari ruh mereka. Mereka mampu menghadirkan Allah (ahlul hudhur) terus-menerus.
26. Tiga wali yang diberi kelapangan ilahiah dan kauniyah, dari kalangan laki-laki dan perempuan. Jumlahnya tetap di setiap zaman, tidak kurang tidak lebih. Mereka selalu mencari kebenaran dan menolong makhluk dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, bukan dengan kekejaman, kekerasan, dan pemaksaan.
Mereka memanfaatkan karunia Allah dan memberi manfaat kepada para makhluk. Allah memberi mereka kemampuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyelesaikan masalahnya karena Allah, bukan karena selain-Nya. Syaikh Muhyiddin berkata, "Saya pernah bertemu dengan salah satu dari mereka di Asybiliyyah dan ia adalah orang bermartabat paling tinggi yang pernah saya temui. Namanya Musa bin 'Imran, pemimpin zamannya. Ia termasuk tiga wah yang tidak pernah meminta kepada makhluk Allah untuk memenuhi kebutuhannya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis Nabi, 'Barangsiapa menerima satu hal dariku, maka aku akan bertemu dengannya di surga, dengan syarat ia tidak meminta apa pun kepada makhluk/ Ciri-ciri mereka adalah jika mereka menolong orang, mereka tampak lembut dan baik budi, seakan-akan mereka yang ditolong padahal justru yang menolong. Saya belum pernah bertemu orang yang lebih baik daripada mereka dalam bergaul dengan manusia."
27. Tiga wah yang berjiwa ilahiyah yang maha pengasih. Jumlah mereka tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya. Mereka mirip dengan Abdal dalam sebagian sifatnya, tetapi mereka bukan Abdal. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan (QS Al-Anfal [8]: 35). Mereka memiliki keyakinan yang unik tentang firman Allah. Mereka adalah orang yang menerima wahyu Allah dan hanya bisa mendengar wahyu seperti bunyi rantai terjatuh di atas batu atau seperti dentingan lonceng, milah maaam mereka.
28. Di setiap zaman, ada satu wah, terkadang perempuan, yang mempunyai sifat Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur'an, Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya (QS Al-An'am [6]: 18). Ia bisa menguasai segala sesuatu kecuali Allah dan mempunyai kecerdasan, keberanian, dan keperkasaan. Ia selalu berkata benar dan menghukum secara adil. Sayyid Muhyiddin berkata, "Yang memiliki maqam ini adalah guru kami 'Abdul Qadir al-Jabali di Baghdad. Ia mempunyai kekuasaan dan kemampuan menegakkan kebenaran atas para makhluk. Kedudukannya agung dan cerita tentangnya populer. Saya belum pernah bertemu dengannya, tetapi saya pernah bertemu dengan kawannya yang sezaman dengan kita yang pernah dibimbing oleh 'Abdul Qadir. Selain 'Abdul Qadir, saya tidak tahu siapa yang menerima maqam ini sampai sekarang."
29. Di setiap zaman, ada satu wali yang merupakan gabungan dari beberapa unsur. Ia menyerupai Nabi Isa a.s., yang terlahir dari malaikat dan manusia. Tidak diketahui apakah ia punya ayah seorang manusia, sebagaimana Bilqis yang menurut cerita dilahirkan dari jin dan manusia. Ia gabungan dari dua unsur yang berbeda. Ia adalah perantara Allah yang bertugas menjaga alam barzakh terus menerus. Di setiap zaman, pasti ada orang yang mempunyai maqam ini. Ia terlahir hanya dari sel telur ibunya berbeda dengan pandangan para ahli ilmu alam, tetapi Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
30. Di setiap zaman, ada satu wali, terkadang perempuan, yang mengetahui detil-detil semua alam. Ia adalah orang yang mempunyai maqam aneh. Ia membingungkan sebagian ahli tariqat yang mengenalnya sebagai seorang Quthb, padahal ia bukan Quthb.
31. Satu wali yang maqamnya dinamakan saqiith rafraf anak dari saaqith 'arsy. Sayyid Muhyidin berkata, "Saya pernah bertemu dengannya di kota Qouniyah. Tandanya ada dalam firman Allah, Demi bintang ketika terbenam (QS Al-Najm [53]: 1). Kesibukannya tidak membuat ia melupakan diri dan Tuhannya. Kedudukannya tinggi dan halnya agung. Ia bisa mempengaruhi hal orang yang melihatnya, sifatnya menakjubkan, memiliki banyak pengetahuan, dan sangat pemalu."
32. Dua wali yang disebut sebagai orang-orang yang membutuhkan Allah. Mereka ada di setiap zaman di alam anfas (alam nafas; kehidupan itu sendiri). Mereka adalah para wali yang memiliki beberapa kedudukan, sebagaimana sebelumnya. Sifat keduanya dinyatakan dalam ayat, Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan sesuatu dari semesta alam (QS Ali 'Imran [3]: 97). Allah menjaga maqam keduanya. Salah satu dari mereka mampu menyingkap alam syahadah (alam yang bisa diindra; alam kasat mata), dan semua orang yang ada di alam syahadah membutuhkan orang ini. Sedangkan yang satunya mampu menyingkap alam malakut (alam gaib; alam bentuk-bentuk halus), dan setiap orang yang membutuhkan Allah di alam malakut membutuhkan orang ini. Yang menolong dua orang tersebut adalah ruh yang tinggi yang melaksanakan kebenaran. Jadi, jika ditambah dengan ruh tersebut, maka golongan ini terdiri dari tiga, dan jika dilihat dari sisi manusia, maka ada dua, terkadang dari kalangan perempuan. Ia
kaya hati, membutuhkan Allah sedangkan Allah tidak membutuhkannya. Sayyid Muhyiddin berkata, "Kita hanya sedikit mengetahui perihal ketiga orang tersebut.'
33. Satu wali yang berulang-ulang menyebut nama Allah dalam hatinya di setiap tarikan nafas. Tidak ada wali yang lebih menakjubkan halnya daripada dia. Tidak ada ahli ma'rifah yang lebih mulia pengetahuannya daripada orang yang memiliki maqam ini. Ia takut dan bertakwa kepada Allah. Saya pernah bertemu dengannya dan berguru kepadanya. Sifatnya dinyatakan dalam firman Allah, Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS Al-Syura [42]: 11)); Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali (QS Al-Isra' [17]: 6). Urat lehernya selalu menonjol karena takut kepada Allah. Demikianlah yang pernah kami saksikan.
34. Sepuluh wali yang bijak dan memiliki kelebihan. Jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zaman. Maqam mereka adalah mampu mencapai tujuan khusus dengan doanya yang selalu terkabul. Hal mereka adalah keimanan yang selalu bertambah kepada hal gaib dan yakin akan mendapatkan hal gaib itu. Tidak ada yang gaib bagi mereka, karena segala yang gaib dapat mereka saksikan. Segala keadaan mereka adalah ibadah. Kemampuan mereka melihat hal gaib menambah keimanan mereka kepada hal gaib lainnya dan menambah keyakinan untuk bisa mengetahui hal gaib itu. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan (QS Thaha [20]: 114); Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada (QS Al-Fath [48]: 4); Maka surah ini menambah iman mereka, sedang mereka merasa gembira (QS Al-Taubah [9]: 124); Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka jawablah bahwa sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permintaan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku (QS Al-Baqarah [1]: 186). ^
35. Dua belas wali yang disebut Al-Budala', berbeda dengan Abdal. Jumlah mereka tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya. Maqam mereka adalah mampu mencapai tujuan khusus dengan doanya yang selalu terkabul. Hal mereka adalah selalu bertambahnya keimanan dan keyakinan mereka kepada hal gaib. Mereka dinamakan Budala' karena jika sembilan orang dari mereka sudah tidak ada, maka yang satunya menggantikan kedudukan dan tugas mereka.
36. Lima wali yang disebut para perindu (rijalul isytiyaq). Mereka adalah para pemimpin ahli tariqah. Melalui merekalah, Allah menjaga eksistensi alam Sifat mereka dinyatakan dalam Al-Qur"an/ Jagalah shalat-shalatmu, dan jagalah shalat umstha' (QS Al-Baqarah [2]:238). Mereka tidak pernah meninggalkan shalat, baik siang maupun malam. Sayyid Muhyiddin berkata, "Shalih al-Barbari adalah salah seorang dari mereka. Saya pernah bertemu dan bersahabat dengannya, serta berguru kepadanya sampai ia wafat. Begitupula Abu 'Abdillah di kota Fes adalah salah seorang dari mereka, dan saya pernah berteman dengannya."
37. Enam wali di setiap zaman, tidak kurang dan tidak lebih. Salah satu dari mereka adalah anak Harun al-Rasyid yaitu Ahmad al-Sibti. Muhyiddin berkata, "Saya pernah bertemu dengan Ahmad al-Sibti ketika tawaf setelah shalat Jumat pada tahun 599 H. Ketika itu, ia sedang tawaf di Ka'bah. Saya bertanya kepadanya dan ia menjawab sambil tawaf. Ruhnya merasuk ke dalam tubuh saya yang sedang tawaf, seperti merasuknya Jibril ke dalam tubuh orang Badui. Mereka menguasai enam arah angin yang ditempati manusia. Saya juga diberitahu bahwa salah seorang dari mereka berasal dari Irzun, Romawi. Saya mengenalnya secara langsung dan bersahabat dengannya. Ia menghormati saya dan sering memperhatikan saya. Saya juga pernah berjumpa dengannya di Damaskus, Swes, Maltiyah, dan Qusiri. Ia pernah membantu saya sebentar. Ia mempunyai ibu yang selalu diperlakukan dengan baik. Saya pernah menemuinya di Haran ketika ia sedang melayani ibunya. Saya belum pernah melihat orang yang memperlakukan ibu sebaik dia. Ia juga mempunyai harta yang diperolehnya di Damsiq. Saya tidak tahu apakah ia hidup atau meninggal. Secara umum, di dunia ini tidak ada sesuatu yang jumlahnya terbatas, kecuali orang-orang dalam jumlah tertentu di setiap zaman yang dipilih oleh Allah untuk urusan tertentu pula."

Selasa, 19 April 2011

RASULULLAH DENGAN ARAB BADUI

Di waktu Rasulullah SAW. sedang asyik bertawaf di Ka'bah, beliau mendengar seorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: 'Ya Karim! Ya Karim!' Rasulullah s.a.w menirunya membaca 'Ya Karim! Ya Karim!' Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka'bah, dan berzikir lagi: 'Ya Karim! Ya Karim!' Rasulullah SAW yang berada dibelakangnya mengikuti zikirnya 'Ya Karim! Ya Karim!' Merasa seperti di olok-olokan, orang itu menoleh kebelakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu berkata: 'Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokan ku, karena aku ini adalah orang Arab badui? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.' Mendengar bicara orang badui itu, Rasulullah SAWtersenyum, lalu bertanya: 'Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?''Belum,' jawab orang itu. 'Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?' 'Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan saya membenarkan putusannya sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,' kata orang arab badui itu pula. Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: 'Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!' Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.'Tuan ini Nabi Muhammad?!''Ya,' jawab Nabi SAW Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki RasulullahSAW Melihat hal itu, Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya: 'Wahai orang Arab! Janganlah berbuat serupa itu.Perbuatan serupa itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya.Ketahuilah, ALLAH mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi berita gembira bagi orang yang beriman, dan membawa berita ancaman bagi yang mengingkarinya.' Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: 'Ya Muhammad! Rabb As-Salam (puncak keselamatan) menyampaikan salam kepadamu dan bersabda: Katakanlah kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih ALLAH. Ketahuilah bahwa ALLAH akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!'. Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata: 'Demi keagungan serta kemulian ALLAH, jika ALLAH akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNYA!' kata orang Arab badui itu. 'Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan ALLAH?' Rasulullah bertanya kepadanya. 'Jika ALLAH akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa besar maghfirahNYA,' jawab orang itu. 'Jika DIA memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan mem perhitungkan betapa keluasan pengampunanNYA. Jika DIA memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawananNYA!'. Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu, air mata beliau meleleh membasahi janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril AS turun lagi seraya berkata: 'Ya Muhammad! Rabb As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sungguh karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Nah katakan kepada temanmu itu, bahwa ALLAH tak akan menghisab dirinya, juga tak akan memperhitungkan kemaksiatannya. ALLAH sudah mengampuni semua kesalahannya dan ia akan menjadi temanmu di surga nanti!' Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita tersebut. Ia lalu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

Sabtu, 16 April 2011

KAROMAH SYECH AS-SADZILY 2

kramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.

Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya. Kemudian beliau menjawab, “Guruku adalah Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Usman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung. Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiyallahu ‘an Asy-Syekh Abul Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syaikh Abu Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swt, apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw menjawab, “Abu Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti dia sama saja bertawassul kepadaku”.

Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili yang sangat utama, yaitu Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib Bahar dengan istiqomah, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib Bahar ditulis syaikh Abu Hasan asy-Syazili di Laut Merah (Laut Qulzum). Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu syaikh Abu Hasan asy-Syazili pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan, beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau datang membawa kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu Hasan asy-Syazili melafazkan doa-doa. Usai syaikh Abu Hasan asy-Syazili membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar.

FAHAM WAHABI 2

Diantara sifat2 wahabi yang tercela ialah kebusukan dan kekejiannya dalam melarang orang berziarah ke makam dan membaca sholawat atas Nabi s a w, bahkan dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) sampai menyakiti orang yang hanya sekedar mendengarkan bacaan sholawat dan yang membacanya dimalam Jum'at serta yang mengeraskan bacaannya di atas menara-menara dengan siksaan yang amat pedih.
Pernah suatu ketika salah seorang lelaki buta yang memiliki suara yang bagus bertugas sebagai muadzin, dia telah dilarang mengucapkan shalawat di atas menara, namun lelaki itu selesai melakukan adzan membaca shalawat, maka langsung seketika itu pula dia diperintahkan untuk dibunuh, kemudian dibunuhlah dia, setelah itu Muhammad bin Abdul Wahhab berkata : "perempuan-perempuan yang berzina drimah pelacuran adalah lebih sedikit dosanya daripada para muadzin yang melakukan adzan di menara2 dengan membaca shalawat atas Nabi.
Kemudian dia memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya bahwa apa yang dilakukan itu adalah untuk memelihara kemurnian tauhid (kayaknya orang ini maniak atau menderita sindrom tertentu). Maka betapa kijinya apa yang diucapkannya dan betapa jahatnya apa yang dilakukanya (mirip revolusi komunisme).
Tidak hanya itu saja, bahkan diapun membakar kitab Dalailul Khairat (kitab ini yang dibaca para pejuang Afghanistan sehingga mampu mengusir Uni Sovyet / Rusia, namun kemudian Wahabi mengirim Taliban yang akan membakar kitab itu) dan juga kitab-kitab lainnya yang memuat bacaan-bacaan shalawat serta keutamaan membacanya ikut dibakar, sambil berkata apa yang dilakukan ini semata-mata untuk memelihara kemurnian tauhid.
Dia juga melarang para pengikutnya membaca kitab-kitab fiqih, tafsir dan hadits serta membakar sebagian besar kitab-kitab tsb, karena dianggap susunan dan karangan orang-orang kafir. Kemudian menyarankan kepada para pengikutnya untuk menafsirkan Al Qur'an sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga para pengikutnya menjadi BIADAB dan masing-masing menafsirkan Al Qur'an sesuai dengan kadar kemampuannya, sekalipun tidak secuilpun dari ayat Al Qur'an yang dihafalnya.
Lalu ada seseorang adari mereka berkata kepada seseorang : "Bacalah ayat Al Qur'an kepadaku, aku akan menafsirkanya untukmu, dan apabila telah dibacakannya kepadanya maka dia menafsirkan dengan pendapatnya sendiri. Dia memerintah kepada merak untuk mengamalkan dan menetapkan hukum sesuai dengan apa yang mereka fahami serta memperioritaskan kehendaknya diatas kitab-kitab ilmu dan nash-nash para ulama, dia mengatakan bahwa sebagian besar pendapat para imam keempat madzhab itu tidak ada apa-apanya.
Sekali waktu, kadang memang dia menutupinya dengan mengatakan bahwa para imam ke empat madzhab Ahlussunnah adalah benar, namun dia juga mencela orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Dan dilain waktu dia mengatakan bahwa syari'at itu sebenarnya hanyalah satu, namun mengapa mereka (para imam madzhab) menjadikan 4 madzhab.
Ini adalah kitab Allah dan sunnah Rasul, kami tidak akan beramal, kecuali dengan berdasar kepada keduanya dan kami sekali-kali tidak akan mengikuti pendapat orang-orang Mesir, Syam dan India. Yang dimaksud adalah pendapat tokoh-tokoh ulama Hanabilah dll dari ulama-ulama yang menyusun buku-buku yang menyerang fahamnya.
Dengan demikian, maka dia adalah orang yang mebatasi kebenaran, hanya yang ada pada sisinya, yang sejalan dengan nash-nash syara' dan ijma' ummat, serta membatasi kebathilan di sisinya apa yang tidak sesuai dengan keinginannya, sekalipun berada diatas nash yang jelas yang sudah disepakati oleh ummat.
Dan adalah dia adalah orang yang mengurangi keagungan Rasulullah s a w dengan banyak sekali atas dasar memelihara kemurnian tauhid. Dia mengatakan bahwa Nabi s a w itu tak ubahnya :"THORISY". Thorisy adalah istilah kaum orientalis yang berarti seseorang yang diutus dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Artinya, bahwa Nabi s a w itu adalah pembawa kitab, yakni puncak kerasulan beliau itu seperti "Thorisy" yang diperintah seorang amir atau yang lain dalam suatu masalah untuk manusia agar disampaikannya kepada mereka, kemudian sesudah itu berpaling (atau tak ubahnya seorang tukang pos yang bertugas menyampaikan surat kepada orang yang namanya tercantum dalam sampul surat, kemudian sesudah menyampaikannya kepada yang bersangkutan, maka pergilah dia. Dengan ini maka jelaslah bahwa kaum Wahabi hanya mengambil al Qur'an sebagian dan sebagian dia tinggalkan).
Diantara cara dia mengurangi ke-agungan Rasulullah s a w ialah pernah mengatakan : "AKU MELIHAT KISAH PERJANJIAN HUDAIBIYAH, MAKA AKU DAPATI SEMESTINYA BEGINI DAN BEGINI", dengan maksud menghina dan mendustakan Nabi s a w (mirip mereka yang sok tahu waktu Nabi s a w membuat perjanjian itu - pen) dan seterusnya masih banyk lagi nada-nada yang serupa yang diucapkanya, sehingga para pengikutnyapun melakukan seperti apa yang dilakukannya dan berkata seperti apa yang diucapkannya itu.
Dan meraka (para pengikutnya itu) pun memberitahukan apa yang mereka ucapkan itu kepadanya namun dia menampakkan kerelaannya, serta boleh jadi mereka juga mengucapkan kata-kata itu dihadapan gurunya, namun rupa-rupanya dia juga merestuinya, sehingga ada sebagian pengikutnya yang berkata :
"SESUNGGUHNYA TONGKATKU INI LEBIH BERGUNA DARIPADA MUHAMMAD, KARENA TONGKATKU INI BISA AKU PAKAI UNTUK MEMUKUL ULAR, SEDANG MUHAMMAD SETELAH MATI TIDAK ADA SEDIKITPUN KEMANFA'ATAN YANG TERSISA DARINYA, KARENA DIA (RASULULLAH S A W) ADALAH SEORANG THORISY DAN SEKARANG SUDAH BERLALU".
Sebagian ulama' yang menyusun buku yang menolak faham ini mengatakan bahwa ucapan-ucapan seperti itu adalah "KUFUR" menurut ke empat madzhab, bahkan kufur menurut pandangan seluruh para ahli Islam.
Dari Kitab DURARUSSANIYAH FIR RADDI ALAL WAHABIYAH karya Syeikhul Islam Allamah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan Asy-Syafi'i.
Catatan :

Jika kekurang-ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya kepada Nabi s a w sedemikian rupa, maka apakah masuk akalkah orang-orang kayak ini setia kepada sahabat dan kaum Salafush-Sholeh ? NOL BESAR, jadi pengakuannya sebagai akidah yang mengikuti Salaf-Sholeh / Ahlussunnah Wal Jama'ah adalah penipuan untuk mengelabuhi orang-orang awam. Jika Nabi s a w dikatakan "Thorisy karena sudah berlalu", mengapa para pengikut Wahabi itu tidak juga mengatakan Muhammad bin Abdul Wahhab itu "sudah berlalu", kok masih diangung-agungkan dan diikuti dengan setia. Inilah yang dinamakan "PELARANGAN PENGKULTUSAN YANG MELAHIRKAN PENGKULTUSAN BARU". AS-Sayyid Ahmad ibn Zayni As Syafii (d. 1304/1886) Mufti Mekkah dan
syaikhul Islam dan pemimpin agama tertinggi untuk daerah Hijaz dalam
kitabnya Fitnat al-Wahhabiyyah menulis hadist2 Nabi SAW telah sangat2
jelas menerangkan :

Fitnah itu datangnya dari sini, fitnah itu datangnya dari arah sini,
sambil memberikan ke arah timur (Najed, tempat lahirnya dajjal
muhammad bin abdul wahab - pen )

Akan ada dalam ummatku perselisihan dan perpecahan kaum yang indah
perkataannya namun jelek perbuatannya. Mereka membaca Al Qur'an,
tetapi keimanan mereka tidak sampai mengobatinya, mereka keluar dari
agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya, yang tidak akan
kembali seperti tidak kembalinya anak panah ketempatnya. Mereka adalah
sejelek-jelek makhluk, maka berbahagialah orang yang membunuh mereka
atau dibunuh mereka. Mereka menyeruh kepada kitab Allah, tetapi
sedikitpun ajaran Allah tidak terdapat pada diri mereka. Orang yang
membunuh mereka adalah lebih utama menurut Allah. Tanda-tanda mereka
adalah bercukur (Addarus Sunnia, pp/49)

Di Akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang pandai bicara
tetapi bodoh tingkah lakunya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah
dan membaca Al Qur'an namun tidak sampai pada kerongkongan mereka,
meraka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, maka
apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka
adalah mendapat pahala disisi Allah pada hari kiamat (ada satu lagi
yg panjang riwayat Ibnu Abbas dalam Shahih Bukhari yg menyebut Kaum
ini sebagai dari Najed iaitu dalam Vol 4 Bk 55 No 558).

Kepala kafir itu seperti (orang yang datang dari) arah timur (najed),
sedang kemegahan dan kesombongan (nya) adalah (seperti kemegahan dan
kesombongan orang-orang yang) ahli dalam (menunggang) kuda dan onta.

Hati menjadi kasar, air bah akan muncul disebelah timur dan keimanan
di lingkungan penduduk Hijaz (pada saat itu penduduk Hijaz terutama
kaum muslimin Makkah dan Madinah adalah orang-orang yang paling gigih
melawan profokator Wahabi dari sebelah timur / Najed - pen).

(Nabi s a w berdo'a) Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam
dan Yaman, para sahabat berkata : Dan dari Najed, wahai Rasulullah,
beliau berdo'a: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan
Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau s a w bersabda : Di sana
(Najed) akan ada keguncangan fitnah serta disana pula akan muncul
tanduk syaitan (muhammad bin abdul wahab - pen). (Shahih Bukhari Vol 2
Bk 17 No 147 dan juga Vol 9 Bk 88 No 214)

Akan keluar dari arah timur (najed-pen) segolongan manusia yang
membaca Al Qur'an namun tidak sampai membersihkan meraka. Ketika putus
dalam satu kurun, maka muncul lagi dalam kurun yang lain, hingga
adalah mereka yang terakhir bersama-sama dengan dajjal.

mengenai sabda Nabi s a w yang mengisyaratkan bahwa akan ada dari arah
timur (Najed - pen) keguncangan dan dua tanduk syaithon (Sahih
al-Bukhari), maka sebagian besar ulama mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan dua tanduk syaithon itu tiada lain adalah Musailamah
Al-Kadzdzab dan Muhammad bin abdul wahab.

Sebagian ahli sejarah menyebutkan peperangan BANY HANIFAH, mengatakan
: Di akhir zaman nanti akan keluar di negeri Musailamah seorang lelaki
yang menyerukan agama selain agama Islam. Ada beberapa hadits yang
didalamnya menyebutkan akan timbulnya fitnah, diantaranya adalah :
Darinya (negeri Musailamah dan Muhammad bin Abdul Wahab) fitnah yang
besar yang ada dalam ummatku, tidak satupun dari rumah orang Arab yang
tertinggal kecuali dimasukinya, peperangan bagaikan dalam api hingga
sampai keseluruh Arab, sedang memeranginya dengan lisan adalah lebih
sangat (bermanfaat - pen) daripada menjatuhkan pedang.

Akan ada fitnah yang menulikan, membisukan dan membutakan, yakni
membutakan penglihatan manusia didalamnya sehingga mereka tidak
melihat jalan keluar, dan menulikan dari pendengaran perkara hak,
barang siapa meminta dimuliakan kepadanya maka akan dimuliakan.
Akan lahir tanduk syaithon dari Najed, Jazirah Arab akan goncang
lantaran fitnahnya (shahih Muslim volume 4 no's 6938+, hadist dengan
pengertian yang sama juga ditemukan di Shahih Muslim volume 1 no's 83,
juga Imam Nawawi dalam Sharh Shahih Muslim 2/29)

Al-Allamah Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub As-Sayyid
Abdullah Al-Haddad Ba'Alawi didalam kitabnya :"Jalaa'uzh zhalaam fir
rarrdil Ladzii adhallal 'awaam" sebuah kitab yang agung didalam
menolak faham wahabi, beliau r a menyebutkan didalam kitabnya sejumlah
hadits, diantaranya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin
abdul Muthalib r a sbb :

"Akan keluar di abad ke-12H nanti (muhammad bin abdul wahab lahir 1115
-H / tepat abad 12H) dilembah BANY HANIFAH seorang lelaki, tingkahnya
seperti pemberontak, senantiasa menjilat (kepada penguasa Sa'ud - pen)
dan menjatuhkan dalam kesusahan, pada zaman dia hidup banyak kacau
balau, menghalalkan harta manusia, diambil untuk berdagang dan
menghalalkan darah manusia, dibunuhnya manusia untuk kesombongan, dan
ini adalah fitnah, didalamnya orang-orang yang hina dan rendah menjadi
mulia (yaitu para petualang & penyamun digurun pasir - pen), hawa
nafsu mereka saling berlomba tak ubahnya seperti berlombanya anjing
dengan pemiliknya".

Kemudian didalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang
yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahhab dari
Tamim. Oleh sebab itu hadits tersebut mengandung suatu pengertian
bahwa Ibnu Abdul Wahhab adalah orang yang datang dari ujung Tamim,
dialah yang diterangkan hadits Nabi s a w yang diriwayatkan oleh
Al-Buhari dari Abu Sa'id Al-Khudri r a bahwa Nabi s a w bersabda :

"Sesungguhnya diujung negeri ini ada kelompok kaum yang membaca Al
Qur'an, namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka, mereka keluar
dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka membunuh
pemeluk Islam dan mengundang berhala-berhala (Amerika, Inggeris dan
kaum Zionis baik untuk penggalian minyak ,militer , atau yang lain-
pen), seandainya aku menjumpai mereka tentulah aku akan membunuh
mereka seperti dibunuhnya kaum 'Ad.

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Abubakar R.A didalamnya disebutkan
BANY HANIFAH, kaum Musailamah Al-Kadzdzab, Beliau s a w berkata :
"Sesungguhnya lembah pegunungan mereka senantiasa menjadi lembah
fitnah hingga akhir masa dan senantiasa terdapat fitnah dari para
pembohong mereka sampai hari kiamat".

Dalam riwayat lain disebutkan :
"Celaka-lah Yamamah, celaka karena tidak ada pemisah baginya" Di dalam
kitab Misykatul Mashabih terdapat suatu hadits berbunyi sbb : "Di
akhir zaman nanti akan ada suatu kaum yang akan membicarakan kamu
tentang apa-apa yang belum pernah kamu mendengarnya, begitu juga
(belum pernah) bapak-bapakmu (mendengarnya), maka berhati-hatilah
jangan sampai menyesatkan dan memfitnahmu".

Allah SWT telah menurunkan ayat Al Qur'an berkaitan dengan BANY TAMIM
(Muhammad bin `Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad
bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi) sbb :
"Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu)
kebanyakan mereka tidak mengerti". (QS. 49 Al-Hujurat : 4). (Imam
Muhammad ibn Ahmad ibn Juzayy, al-Tashil [Beirut, 1403], p.702. See
also the other tafsir works; also Ibn Hazm, Jamharat ansab al-`Arab
[Cairo, 1382], 208, in the chapter on Tamim).

Juga Allah SWT menurunkan ayat yang khitabnya ditujukan kepada mereka
sbb : "Jangan kamu semua mengangkat suaramu diatas suara Nabi". (QS.
49 Al-Hujurat 2)

Sayyid Alwi Al-Haddad mengatakan : "Sebenarnya ayat yang diturunkan
dala kasus BANY HANIFAH dan mencela BANY TAMIM dan WA"IL itu banyak
sekali, akan tetapi cukuplah sebagai bukti buat anda bahwa kebanyakan
orang-orang Khawarij itu dari mereka, demikian pula Muhammad bin Abdul
Wahhab dan tokoh pemecah belah ummat, Abdul Aziz bin Muhammad bin
Su'ud adalah dari mereka".

Al-Allamah Syeikh Thahir Asy-Syafi'i, telah menulis kitab menolak
faham wahabi ini dengan judul : "AL-INTISHARU LIL AULIYA'IL ABRAR".
Dia berkata : "Mudah-mudahan lantaran kitab ini Allah memberi mafa'at
terhadap orang-orang yang hatinya belum kemasukan bid'ah yang datang
dari Najed (faham Wahabi / salafi), adapun orang yang hatinya sudah
kemasukan maka tak dapat diharap lagi kebahagiannnya, karena ada
sebuah hadits riwayat Buhari : 'Mereka keluar dari agama dan tak akan
kembali'. Sedang yang dinukil sebagian kecil ulama yang isinya
mengatakan bahwa dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah semata-mata
meluruskan perbuatan orang-orang Najed, berupa anjuran terhadap
orang-orang Badui untuk menunaikan sholat jama'ah, meninggalkan
perkara-perkara keji dan merampok ditengah jalan, serta menyeru
kemurnian tauhid, itu semua adalah tidak benar.

Diantara kekejaman dan kejahilan kaum Wahabi /salafi adalah
meruntuhkan kubah-kubah diatas makam sahabat-sahabat Nabi s a w yang
berada di Mu'ala (Makkah), di Baqi' & Uhud (Madinah) semuanya
diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit
penghancur. Demikian juga kubah diatas tanah dimana Nabi s aw
dilahirkan, yaitu di Suq al Leil di ratakan dengan tanah dengan
menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, saat ini karena
gencarnya desakan kaum muslimin international maka kabarnya dibangun
perpustakaan. Benar-benar kaum Wahabi itu golongan paling jahil diatas
muka bumi ini. Tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan
menghormati nilai-nilai luhur Islam

Semula Alkubbatul Khadra atau kubah hijau dimana Nabi Muhammad s a w
dimakamkan juga akan didinamit dan diratakan dengan tanah tapi karena
ancaman international maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan
mengurungkan niatnya. Semula seluruh yang menjadi manasik haji itu
akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena
banyak yang menentang termasuk Sayyid Almutawalli Syakrawi dari Mesir
maka diurungkanya.

Kesukaan mereka menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka
dengan tuduhan kafir, syirik dan ahlil bid'ah, itulah ucapan yang
didengung-dengungkan disetiap mimbar dan setiap kesempatan, mereka tak
pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka
sendiri. Di negeri kita mereka menaruh dendam dan kebincian mendalam
kepada para Wali Songo , para habaib (keturunan arab dari anak cucu
Nabi saw) , dan para kyai yang menyebarkan dan meng Islam kan penduduk
indonesia.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan
Hindu dan Budha, padahal para Wali itu jasanya telah meng Islam kan 85
% penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng Islam kan yang
15 % sisanya ? Mempertahankan yang 85 % dari terkapan orang kafir saja
tak bakal mampu, apalagi mau menambah 15 % sisanya. Jika bukan karena
Rahmat dan Karunia Allah SWT yang mentakdirkan para Wali Songo untuk
berdakwa ke negeri kita tentu orang-orang yang asal bunyi dan menjadi
corong/sumbang bicara kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan
animisme, penyembah berhala atau masih kafir lainnya (Naudzu Billah
min Dzalik).

Claim Wahabi bahwa mereka penganut As-Salaf, As-Salafushsholeh dan
Ahlussunnah wal Jama'ah serta sangat setia pada keteladanan sahabat
dan tabi'in adalah omong kosong dan suatu bentuk penyerobotan HAK
PATEN SUATU MAZHAB.

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-ngaku sebagai
faham yang hanya berpegang pada Al Qur'an adan As-Sunnah serta
keteladanan Salafushsholeh apalagi mengaku sebagai GOLONGAN YANG
SELAMAT DSB, itu semua omong kosong dan kedok untuk menjual barang
dagangan berupa akidah palsu yang disembunyikan. Sejarah hitam mereka
dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah, Iraq, serta
daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang di namakan Saudi, suatu
nama bid'ah karena nama negeri Rasulullah s a w diganti dengan nama
satu keluarga kerajaan yaitu As-Sa'ud). Yang terbantai itu terdiri
dari para ulama-ulama yang sholeh dan alim, anak-anak yang masih
balita bahkan dibantai dihadapan ibunya.

Memang ada orang2 yang dibayar untuk mempublikasikan /
mempropagandakan "kebaikan" madzhab dajjal wahabi / salafi ini ,
mereka itulah PARA PENDUSTA AGAMA yang telah menjual akhirat untuk
dunia.